JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ramlan Surbakti menilai, sistem presidensial di Indonesia bisa diperkuat dengan melakukan perombakan sistem kepartaian.
Menurut dia, Indonesia yang saat ini menganut sistem multipartai harus lebih menyederhanakan sistem tersebut.
"Dari Pemilu ke Pemilu, perolehan suara partai pemenang di Pemilu Legislatif terus menurun. Pemilu 2009 Partai Demokrat sekitar 21 persen, 2014 Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sekitar 19 persen, terus menurun dan itu menunjukan sistem kepartaian yang tidak efektif," ujar Ramlan saat dihubungi Kompas.com, Rabu (25/5/2016).
Ramlan menyayangkan keberadaan partai di Indonesia yang hampir tidak ada perbedaan secara ideologi.
"Coba kita lihat, sekarang ideologi partai yang satu dengan yang lainnya hampir tak ada bedanya. Padahal keberadaan partai harusnya mengagregasi ideologi-ideologi yang berbeda satu sama lain di masyarakat," tutur dia.
Dia mengatakan, pembentukan partai politik harus benar-benar mewakili ideologi yang ada di masyarakat.
"Kalau dilihat secara ideologi, di Indonesia ada empat ideologi dominan, yaitu nasionalis, Islam, kekaryaan, dan sosial demokrat. Selama ini partai-partai yang ada cenderung mewakili ideologi kekaryaan, nasionalis, dan Islam. Yang belum ada sampai sekarang yang sosial demokrat," ujar dia.
Dari empat ideologi utama yang ada di Indonesia, dia memperkirakan ke depannya Indonesia cukup membutuhkan empat hingga enam partai.
"Ini tidak meniru-niru luar negeri, tapi sudah sepatutnya partai yang ada mewakili ideologi di masyarakat sehingga tidak gaduh saat rebutan posisi menteri dan posisi lainnya seperti sekarang, dan jika partai tak terlalu banyak maka akan efektif menopang sistem presidensial," ucap dia.
Sebelumnya, beberapa partai yang memberikan dukungannya kepada Presiden Joko Widodo mulai menunjukan kegaduhan dalam penentuan jabatan penting.
Salah satunya PDI-P terkait posisi Kapolri. PDI-P bersikeras mencalonkan Wakapolri Komjen Pol Budi Gunawan yang pernah ditetapkan tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Setelah Budi Gunawan memenangi praperadilan dan Jenderal (Pol) Badrodin Haiti mendekati masa pensiun, PDI-P mendorong Budi Gunawan menjadi Kapolri.
(baca: Dukung Budi Gunawan Jadi Kapolri, PDI-P Tolak Jabatan Badrodin Diperpanjang)
Padahal, penentuan jabatan Kapolri dalam sistem presidensial merupakan kewenangan mutlak Presiden.
Ada pula manuver partai yang mencoba mempertahankan atau memasukan kadernya ke kabinet kerja. (baca: Hanura Tak Ingin Kursi Menterinya Dikurangi untuk Golkar)
Hal ini dinilai oleh sebagian kalangan sebagai inkonsistensi pelaksanaan sistem presidensial di Indonesia yang diakibatkan terlalu banyaknya partai. Presiden dinilai tersandera oleh kepentingan partai-partai pendukungnya.