Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jika Soeharto Jadi Pahlawan, Pemerintah Ikut Langgengkan Kejahatan Kemanusiaan"

Kompas.com - 19/05/2016, 17:22 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menggelar Aksi Kamisan ke-443 di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis (19/5/2016).

Kali ini, mereka mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo yang isinya menolak wacana pemberian gelar pahlawan nasional bagi Presiden kedua RI Soeharto.

Selain itu, mereka juga meminta Presiden Jokowi mengambil langkah-langkah sesuai dengan janji dan komitmen untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat masa lalu serta menghapus praktik impunitas sebagaimana tercantum dalam Nawacita.

(Baca: Jokowi Diminta Bangun Demokrasi Tanpa Embel-embel Orba dan Soeharto)

Ketua Presidium JSKK sekaligus ibu dari Korban Peristiwa Semanggi I, Maria Katarina Sumarsih, menilai sosok Soeharto tidak pantas untuk diberi gelar pahlawan.

KOMPAS.com / DINO OKTAVIANO Maria Katarina Sumarsih atau biasa disapa Sumarsih, orangtua Wawan, mahasiswa yang menjadi korban tragedi Semanggi I, saat berkunjung ke kantor redaksi Kompas.com di Gedung Kompas Gramedia, Jakarta Pusat, Kamis (14/4/2016).
Menurut Sumarsih, dengan memberi gelar Pahlawan kepada Soeharto, berarti Pemerintah telah melanggengkan kasus kejahatan kemanusiaan masa lalu dan tidak berpihak pada keluarga korban.

"Kami keluarga korban menolak pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto. Dengan memberi gelar pahlawan artinya Pemerintah ikut berupaya melanggengkan kasus kejahatan kemanusiaan yang hingga kini belum tuntas," ujar Sumarsih.

Sumarsih menjelaskan, reformasi tahun 1998 merupakan suatu batu loncatan bagi Pemerintah dalam membuat perubahan, baik di bidang hukum, politik, sosial, maupun ekonomi.

(Baca: Jokowi Diminta Bangun Demokrasi Tanpa Embel-embel Orba dan Soeharto)

Rezim Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto selama 32 tahun dinilai telah berkuasa menggunakan tangan besi, dengan memanfaatkan militer secara represif.

Pemerintahan Soeharto telah menyisakan kasus pelanggaran HAM berat, di antaranya penetapan Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh tahun 1989, penembakan mahasiswa dalam kasus Trisakti, Semanggi I-II, Tragedi 13-15 Mei 1998, dan penculikan aktivis 1997-1998.

"Meskipun Soeharto lengser, namun masih banyak korban yang sampai hari ini tidak jelas keberadaannya. Karena itu, menurut saya, ide menobatkan Soeharto sebagai pahlawan nasional sangat tidak pantas," kata Sumarsih.

Munaslub Partai Golkar sebelumnya mengusulkan agar Presiden kedua RI Soeharto menjadi pahlawan nasional. (Baca: Munaslub Golkar Usulkan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional)

Hal tersebut disampaikan Aburizal Bakrie saat menyampaikan pidatonya pada paripurna Munaslub Golkar di Nusa Dua, Bali, Senin (16/5/2016).

"Partai Golkar pernah mengusulkan Soeharto jadi pahlawan nasional. Belum berhasil. Kali ini, munas mengusulkan kembali ke DPP agar Soeharto untuk menjadi pahlawan nasional," kata Aburizal.

(Baca: Jika Diberikan Pada Soeharto, Makna Sejati Pahlawan Akan Bergeser)

Teknis pengusulan Soeharto menjadi pahlawan nasional nantinya akan dibahas di sidang komisi.

Aburizal menilai Soeharto layak mendapatkan gelar itu. DPP Golkar sendiri, lanjut dia, sudah pernah memberikan penghargaan Abdi Luhur kepada mantan Ketua Dewan Pembina Golkar itu.

Kompas TV Pro Kontra Gelar Pahlawan Nasional Kepada Soeharto
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com