JAKARTA, KOMPAS.com - Pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah terus berjalan di Dewan Perwakilan Rakyat bersama pihak pemerintah yang diwakili Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Hukum dan HAM.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, pembahasan tersebut akan kembali difokuskan usai masa reses DPR selesai.
Tjahjo menyebutkan, masih ada satu pembahasan yang alot, yaitu berkaitan dengan kewajiban mundur bagi anggota DPR, DPD dan DPRD jika mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
"Teman-teman DPR minta supaya anggota DPR, DPD DPRD (aturannya) sesuai UU MD3. Tidak seperti TNI Polri, PNS yang harus mundur," ujar Tjahjo usai mengukuhkan Dewan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) di JiExpo, Kemayoran, Jakarta Utara, Kamis (5/5/2016).
Tjahjo menambahkan, pembahasan poin tersebut terganjal putusan Mahkamah Konstitusi yang mengharuskan anggota dewan mundur jika mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
Ini sama seperti yang diberlakukan pada TNI, Polri dan PNS.
Jika putusan tersebut diabaikan, kata Tjahjo, tidak ada jaminan bahwa UU Pilkada nanti tak akan kembali dibatalkan oleh MK. Namun, Tjahjo memastikan pembahasan untuk poin lainnya berjalan lancar.
"Kalau yang lain sudah ada kesepahaman. Termasuk jumlah calon independen, partai politik juga sudah," kata mantan Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan itu.
Sebelumnya, anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Diah Pitaloka angkat bicara soal pembahaaan poin ini.
Ia menilai, kewajiban anggota DPR, DPD dan DPRD untuk mundur apabila menjadi calon kepala daerah tidak bisa disamakan dengan PNS, TNI, Polri. Alasannya, setiap lembaga memiliki aturannya masing-masing.
"UU MD3 tidak mengatur pengunduran diri bagi anggota DPR/DPD/DPRD yang akan mengikuti Pilkada," kata Diah saat dihubungi, Jumat (22/4/2016).
Sementara, UU TNI dan Polri justru menyebutkan pasal yang melarang anggotanya untuk terlibat aktif dalam politik, termasuk pemilu. Apabila anggota TNI dan Polri hendak terlibat dalam politik praktis, maka harus mengundurkan diri.
"Ini jadi perdebatan, karena setiap institusi punya aturan hukum masing-masing. Dan tidak bisa begitu saja disamakan," kata Diah.