JAKARTA, KOMPAS.com - Dosen Komunikasi Politik Universitas Bengkulu sekaligus Ketua Program Pascasarjana Komunikasi Universitas Jayabaya Jakarta Lely Arrianie berpendapat, sosok ketua umum baru Partai Golkar haruslah figur yang netral dan tidak condong ke kubu manapun.
Dalam hal ini, tidak condong ke kubu Agung Laksono maupun Aburizal Bakrie. Sebab, jika hal itu terjadi, maka konflik Golkar akan semakin berkepanjangan.
"Di antara orang-orang itu mana yang paling besar peluangnya, itu yang bisa mengakomodasi keduanya," kata Lely saat dihubungi, Rabu (4/5/2016).
Lely menambahkan, Munaslub digelar akibat ada perseteruan antara dua kubu. Praktis kedua kubu tersebut sama-sama berkeinginan memasukkan orang-orang mereka agar program yang telah direncanakan dapat tetap berjalan.
Untuk itu, ketua umum yang dipilih haruslah yang bisa menengahi dua kubu. Ia pun melirik nama Airlangga Hartarto yang potensial memimpin partai namun cenderung tak memihak pada kubu manapun.
Sedangkan beberapa calon ketua umum lain seperti Setya Novanto, Ade Komarudin, Idrus Marham hingga Aziz Syamsuddin dinilainya cenderung memihak pada salah satu kubu.
Meskipun jika dilihat dari fenomena terakhir, baik Aburizal maupun Agung telah sepakat untuk sama-sama tak menjadi oposisi pemerintah, tapi tetap mendukung program-program pemerintah.
"Meskipun mereka tidak berkoalisi," tuturnya.