Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Deponir BW dan AS Tidak Dapat Dibatalkan Melalui Praperadilan

Kompas.com - 22/03/2016, 09:27 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru bicara Koalisi Pemantau Peradilan sekaligus peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Miko Ginting, mengungkapkan bahwa Jaksa Agung telah mengambil keputusan yang tepat dalam mendeponir perkara dua mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Abraham Samad dan Bambang Widjojanto.

Keputusan deponeering itu juga tidak dapat digugat melalui mekanisme praperadilan karena merupakan hak prerogatif Jaksa Agung yang dilindungi oleh undang-undang.

"Sebagai pengendali proses perkara pidana, Jaksa Agung selaku penuntut umum tertinggi diberikan hak eksklusif untuk menjalankan kewenangan oportunitas. Jaksa Agung dapat mengesampingkan suatu perkara dengan dasar kepentingan umum. Hal ini diatur dalam Pasal 35 huruf c UU Kejaksaan," ujar Miko dalam keterangan tertulis kepada Kompas.com, Senin malam (21/3/2016).

Miko menjelaskan, Jaksa Agung mempunyai independensi dalam menentukan perkara yang layak atau tidak layak untuk dibawa ke Pengadilan. Independensi ini diwujudkan dengan kewenangan oportunitas dari penuntut umum.

(Baca: Bambang Widjojanto Pertanyakan Latar Belakang Penggugat Deponir)

Dalam penjelasan Pasal 35 huruf c UU Kejaksaan disebutkan bahwa Jaksa Agung perlu memperhatikan masukan/pendapat dari badan-badan kekuasaan negara yang terkait.

Namun, kata Miko, masukan tersebut tidak mengikat dan tidak ada kewajiban untuk mengikuti masukan tersebut. Dengan kata lain, keputusan akhir tetap ada pada Jaksa Agung.

Oleh karena itu, menurut Miko, kewenangan oportunitas yang dimiliki oleh Jaksa Agung tidak dapat dibatalkan oleh praperadilan maupun mekanisme lainnya.

(Baca: Menyoal Gugatan Praperadilan Deponir Kasus Samad dan BW, Bisa atau Tidak?)

Jika merujuk pada penjelasan Pasal 77 KUHAP tertulis bahwa mengesampingkan perkara untuk kepentingan umum (deponir) tidak termasuk kategori “penghentian penuntutan” yang bisa digugat melalui praperadilan.

"Deponir oleh Jaksa Agung merupakan langkah tepat karena merujuk pada kejanggalan proses pada kasus BW dan AS yang kental dengan rekayasa dan sangat dipaksakan. Selain itu, terdapat unsur kepentingan umum, bahwa kriminalisasi dapat melemahkan gerakan anti korupsi di Indonesia," ungkap dia.

(Baca: Deponering Kasus Abraham-Bambang Akan Digugat lewat Tiga Jalur)

Lebih lanjut, Miko menjelaskan, penggunaan kewenangan deponir tersebut semakin mengukuhkan peran Jaksa Agung sebagai dominus litis (pengendali perkara) dalam sistem peradilan pidana.

Penuntut umum sebagai pengendali perkara di berbagai negara bukan merupakan hal yang aneh. Prinsip dominus litis mensyaratkan bahwa tindakan penyidik dalam mengumpulkan suatu bukti bertujuan untuk memenuhi unsur materiil dalam dakwaan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Prabowo Sebut Jokowi Siapkan Dirinya Jadi Penerus

Nasional
Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Prabowo mengaku Punya Kedekatan Alamiah dengan Kiai NU

Nasional
Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show 'Pick Me Trip in Bali'

Imigrasi Deportasi 2 WN Korsel Produser Reality Show "Pick Me Trip in Bali"

Nasional
Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com