Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahar Politik, Serangan Fajar, dan Suap

Kompas.com - 03/03/2016, 10:49 WIB

Biaya politik dalam pemilihan kepala daerah semakin fantastis. Kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah jadi barang dagangan yang mahal, tapi laris manis. Gulali untuk pemilih pun tak kalah banyak, belum lagi "biaya perbaikan" alias manipulasi hasil rekapitulasi pilkada.

Politik uang tak pernah lepas dari hajatan pemilu di Indonesia, demikian pula pada pilkada serentak 2015.

Partai politik dan politisi sebagai pelaku utama paham betul masalah ini. Salah satunya yang berani mengakui adanya masalah ini adalah anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, Dadang S Muchtar.

"Tidak ada pemilihan di Indonesia ini yang tidak ada politik uang. Bahkan pemilihan ketua ormas (organisasi masyarakat) saja pakai uang," kata Dadang dalam rapat evaluasi pilkada Komisi II bersama Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) awal Februari lalu.

Mantan Bupati Karawang, Jawa Barat, itu menceritakan, untuk menjadi seorang bupati di Pulau Jawa, biaya politik yang harus dikeluarkan bisa mencapai Rp 100 miliar.

Politik uang terjadi sejak tahapan pencalonan, pemungutan suara, hingga tahapan rekapitulasi suara.

Tak hanya masif, politik uang juga sudah sangat terbuka. Pemilih terang-terangan meminta uang kepada calon, bahkan ada yang sampai memasang spanduk bertuliskan "Menerima Serangan Fajar".

Ada bermacam-macam istilah untuk politik uang. Mulai dari serangan fajar hingga uang es cendol.

Terkait politik uang, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan fakta bahwa separuh dari kandidat yang diuji petik (oleh KPK) memiliki kekayaan yang jauh lebih kecil dari biaya kampanye. Biaya kampanye di tingkat kabupaten diasumsikan sekitar Rp 2 miliar.

Karena biaya politik yang tinggi ini, diperkirakan para kandidat kepala daerah menjanjikan konsesi, baik melalui perizinan maupun proyek Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) kepada pengusaha-pengusaha pemodal pilkada. KPK, kata Deputi Bidang Pencegahan Pahala Nainggolan, mengantisipasi hal itu dengan mendorong kepala-kepala daerah terpilih menerapkan perizinan terpadu satu pintu dan penganggaran secara elektronik.

Pengaturan larangan

Namun, akar masalahnya tentu harus dituntaskan. Pengaturan larangan perlu dipertegas. Selain itu, parpol pun perlu membenahi diri dan menyiapkan kandidat yang berintegritas, bukan malah berjualan kursi atau perolehan suara kepada bakal calon.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada mengatur larangan calon dan/atau tim kampanye untuk memberikan uang atau materi lain untuk memengaruhi pemilih. Larangan pemberian mahar kepada parpol pun ada.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com