Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Kabar Kasus Permufakatan Jahat di Kejagung?

Kompas.com - 02/03/2016, 07:19 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung belum kembali melakukan serangkaian pemeriksaan terkait kasus dugaan permufakatan jahat yang diduga dilakukan mantan Ketua DPR, Setya Novanto, dan pengusaha RIza Chalid.

Terakhir, Kejagung memeriksa Setya Novanto pada awal Februari lalu. 

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Arminsyah mengatakan, penyelidikan kasus itu tetap berjalan.

Kejagung tengah meminta keterangan enam orang ahli dalam kasus ini. (Baca: Lambat Usut Kasus Permufakatan Jahat, Kejagung Bisa Dinilai Masuk Angin)

"Kami diskusi dengan para ahli. Masih pendalaman," ujar Arminsyah, Selasa (1/3/2016).

Menurut Arminsyah, hingga saat ini baru satu bukti yang dikantongi Kejagung. Bukti lainnya akan dicari dari keterangan dari saksi yang akan dipanggil.

Akan tetapi, ia tak mau menyebutkan siapa saja saksi yang dianggap bisa melengkapi bukti dalam kasus ini.

Bukti yang dimiliki Kejagung saat ini yaitu rekaman percakapan dalam pertemuan antara Novanto, Riza, dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin. (Baca: Jaksa Agung Pastikan Kasus Permufakatan Jahat Jalan Terus)

Tak hanya rekaman

Sebelumnya, Jaksa Agung H.M Prasetyo menyebut bahwa bukti yang dipegangnya tak hanya rekaman.

Ada bukti penguat lainnya yang meyakinkan Kejagung bahwa permufakatan jahat itu memang terjadi.

Kejagung juga telah mengundang ahli dari Institut Teknologi Bandung untuk mengonfirmasi keaslian suara rekaman.

Rekaman percakapan terbukti asli.

Proses yang berjalan di Kejagung berbeda dengan pengusutan oleh Mahkamah Kehormatan Dewan.

Di MKD, prosesnya tak berujung sanksi setelah Novanto menyatakan mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPR sebelum MKD membuat putusan.

Pada persidangan, MKD telah menghadirkan Novanto, Maroef, dan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukim, dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan.

Rekaman percakapan lengkap juga diputar dalam sidang itu dan dijadikan alat bukti oleh Kejagung.

Berdasarkan rekaman, dalam pertemuan itu, diduga ada permintaan saham PT Freeport Indonesia kepada Maroef dengan mencatut nama Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Perkara dugaan permufakatan jahat mulai diselidiki Kejagung sejak awal Desember 2015. Hingga kini, belum ada seorang pun yang ditetapkan sebagai tersangka.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 22 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Veteran Perang Jadi Jemaah Haji Tertua, Berangkat di Usia 110 Tahun

Nasional
Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Salim Said Meninggal Dunia, PWI: Indonesia Kehilangan Tokoh Pers Besar

Nasional
Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri 'Drone AI' Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Indonesia Perlu Kembangkan Sendiri "Drone AI" Militer Untuk Cegah Kebocoran Data

Nasional
Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com