Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tarik Ulur Revisi UU KPK, dari Era SBY hingga Jokowi...

Kompas.com - 23/02/2016, 08:39 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — DPR dan Presiden Joko Widodo sepakat untuk menunda revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.

Penundaan ini disepakati dalam forum rapat konsultasi di Istana Negara, Senin (22/2/2016), untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai substansi revisi yang dianggap banyak kalangan dapat melemahkan KPK itu.

Keputusan penundaan tersebut semakin memperpanjang tarik ulur revisi UU KPK yang sejatinya sudah berlangsung sejak periode kedua pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

(Baca: Pemerintah dan DPR Jangan Lagi Memutar "Lagu Lama")

Era SBY

Upaya revisi UU KPK pertama kali diwacanakan oleh Komisi III DPR yang dipimpin politisi Demokrat, Benny K Harman, pada 26 Oktober 2010.

Pertengahan Desember 2010, DPR dan pemerintah menetapkan revisi UU KPK masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2011 sebagai usul inisiatif DPR.

Namun, hingga akhir tahun 2011, DPR belum berhasil membahas revisi UU KPK.

DPR bersama pemerintah kembali memasukkan revisi UU KPK dalam daftar RUU prioritas Prolegnas 2012.

Kali ini, Komisi III mulai serius merumuskan draf revisi UU KPK. Namun, upaya revisi langsung menuai kritik karena komisi hukum menyusun draf yang dianggap banyak pihak dapat melemahkan KPK. (Baca: Wakil Ketua KPK: Pak Jokowi "Support" 1.000 Persen Apa yang Dikerjakan KPK)

Contohnya, penghilangan kewenangan penuntutan, adanya mekanisme penyadapan yang harus meminta izin ketua pengadilan negeri terlebih dulu, serta dibentuknya dewan pengawas.

Pimpinan KPK saat itu turut bereaksi keras menanggapi revisi tersebut.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih Berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com