JAKARTA, KOMPAS.com — Fraksi Partai Gerindra di DPR menolak revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi jika tetap menggunakan draf yang saat ini diusulkan oleh DPR.
Gerindra menganggap draf RUU KPK tersebut bisa melemahkan KPK.
"Kami dari semula ingin melihat apakah revisi ini ingin melemahkan atau memperkuat KPK. Nah, menurut kami, kesan yang ada hari ini kan memperlemah," kata Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Gerindra Desmond J Mahesa di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/2/2016).
Salah satu hal yang bisa memperlemah KPK, menurut Gerindra, adalah pemberian wewenang untuk menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3).
Bukan tidak mungkin nantinya wewenang ini disalahgunakan untuk menghentikan suatu kasus tertentu. (Baca: Substansi Revisi UU 30 Tahun 2002 Berbeda dengan Usulan KPK)
Selain itu, Gerindra juga mempertanyakan penyadapan yang harus seizin dewan pengawas KPK. Hal tersebut bisa memperlambat gerak KPK dalam menyelidiki suatu kasus.
"Padahal KPK perlu bergerak dengan lincah. Nah, inilah yang kami perlu cermati, tidak buru-buru menerima," ucap Ketua DPP Gerindra ini.
Atas pertimbangan itu, Ketua Badan Legislasi DPR yang juga kader Gerindra, Supratman, memutuskan untuk meminta pendapat KPK terlebih dahulu sebelum melanjutkan tahapan revisi UU KPK. (Baca: Soal Revisi UU KPK, Jokowi Diminta Jangan seperti Pegang Bara Panas)
"Apa pendapat KPK, Fraksi Gerindra akan berpegang dengan itu karena merekalah pemakai dan pengguna UU itu. Jadi, kalau KPK menolak, kami akan menolak," ucapnya.
Draf RUU KPK mulai dibahas dalam rapat harmonisasi Baleg DPR, Senin (1/2/2016). Dua perwakilan pengusul hadir, yakni dua anggota Fraksi PDI-P, Risa Mariska dan Ichsan Soelistyo.
Ada empat poin perubahan yang tercakup dalam draf itu. Pertama, dewan pengawas akan dibentuk untuk mengawasi kinerja KPK. (Baca: Busyro Anggap DPR Sengaja Batasi Kewenangan KPK karena Takut Disadap)
Kedua, KPK diberi wewenang untuk menerbitkan SP3. Ketiga, penyadapan yang dilakukan KPK harus seizin dewan pengawas. Terakhir, KPK juga tidak diperbolehkan mengangkat penyidik dan penyelidik sendiri.
Risa menyebut, pengusul draf RUU ini sama dengan pengusul draf yang sempat muncul pada bulan Oktober 2015 lalu. (Baca: "Jangan Sampai Revisi UU KPK untuk Amankan Penerima Aliran Dana Damayanti")
Saat itu, ada 45 anggota DPR dari 6 fraksi yang menjadi pengusul. Sebanyak 15 orang dari Fraksi PDI-P, 11 orang dari Fraksi Nasdem, 9 orang dari Fraksi Golkar, 5 orang dari Fraksi PPP, 3 orang dari Fraksi Hanura, dan 2 orang dari Fraksi PKB.
Saat itu, draf RUU KPK yang diajukan menuai protes sehingga akhirnya ditunda. Salah satu hal yang menjadi sorotan adalah pembatasan umur KPK yang hanya 12 tahun.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.