JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat menilai ada sejumlah kesalahan Komisi Pemberantasan Korupsi terkait langkah penggeledahan tiga ruangan anggota DPR, Jumat (15/1/2016).
Penggeledahan tersebut dilakukan terkait penangkapan anggota Komisi V Fraksi PDI-P, Damayanti Wisnu Putranti dalam sangkaan menerima suap menyangkut proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo melalui keterangan tertulisnya pada Sabtu (16/1/2016), menyampaikan hasil keputusan rapat pimpinan DPR terkait penggeledahan tersebut.
DPR mencatat delapan poin kesalahan KPK dalam penggeledahan tersebut. Dalam surat penggeledahan KPK hanya tertulis nama Damayanti Wisnu Putrianti dan tak secara detail menyebutkan nama anggota DPR lainnya yang ruangannya juga digeledah. (baca: KPK Merasa Tak Ada Pelanggaran dalam Surat Penggeledahan Ruangan Anggota DPR)
Setelah menggeledah ruangan Damayanti di lantai 6, sembilan penyidik KPK turut menggeledah ruangan anggota Komisi V Fraksi Partai Golkar Budi Supriyanto di lantai 13.
Setelah itu, penyidik turun ke lantai 3 untuk menggeledah ruangan Wakil Ketua Komisi V Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Yudi Widiana. (baca: Begini Panasnya Adu Mulut Fahri Hamzah dengan Penyidik KPK...)
"Surat tugas penggeledahan menuliskan, atas nama Damayanti Wisnu Putrianti anggota Komisi V dan kawan-kawan," demikian bunyi poin pertama hasil keputusan rapat tersebut.
Adapun poin berikutnya adalah dalam surat tugas tak disebutkan ada nama lain selain Damayanti Wisnu Putrianti. (baca: Cerita Penyidik KPK yang Tak Gentar Hadapi Fahri Hamzah Saat Penggeledahan)
"Penyidik KPK menggeledah ruang kerja Yudi Widiana Adia tanpa izin dan tidak ada surat penggeledahan atas nama Yudi Widiana Adia. Begitu juga dengan nama anggota DPR RI dari Golkar. Nama anggota DPR dari Golkar tersebut tidak ada dalam surat tugas," demikian bunyi poin ketiga.
Sementara poin keempat, menyatakan bahwa tanggal surat yang tertera adalah "14 Jakarta 2016" bukan "15 Januari 2016" dan terdapat kesalahan penulisan kata yang seharusnya "Januari" ditulis "Jakarta".
"Nama penyidik KPK atas nama Christian yang berdebat melawan Pimpinan DPR tidak ada dalam surat tugas," sebut poin berikutnya. (baca: Cerita Penyidik KPK yang Tak Gentar Hadapi Fahri Hamzah Saat Penggeledahan)
Adapun poin keenam dan ketujuh menyebutkan bahwa KPK membawa pasukan tempur (Brimob) lengkap dengan atribut tempurnya.
Dengan membawa pasukan tempur tersebut, KPK dianggap telah melanggar Undang-Undang dan peraturan KPK.
Sementara itu, poin terakhir menyebutkan bahwa Prosedur Tetap (Protap) tersebut tak sesuai dengan Pasal 47 Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dan Penyelenggaraan Tugas Kepolisian RI.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.