Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Laode Muhammad Syarif, Sempat Takut Saat Diwawancara Pansel KPK

Kompas.com - 18/12/2015, 07:46 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengajar di Universitas Hasanuddin, Laode Muhammad Syarif, terpilih menjadi pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Dalam voting yang berlangsung di Komisi III, Kamis (17/12/2015) malam, Laode mengantongi 37 suara.

Ketika mengikuti proses seleksi calon pimpinan KPK, Laode mengaku sempat takut dengan salah seorang anggota Pansel KPK, Harkristuti Harkrisnowo.

Perancang kurikulum dan pelatih utama dari Kode Etik Hakim dan Pelatihan Hukum Lingkungan Hidup di Mahkamah Agung (MA) RI itu beralasan, Harkristuti kerap melontarkan pertanyaan kritis kepada setiap capim KPK.

"Saya takut," kata Laode, Selasa (25/12/2015).

KPK berhak angkat penyidik independen

Dalam proses wawancara sebelumnya, Laode berkeinginan agar KPK fokus pada pencegahan dan penindakan korupsi di sektor sumber daya alam dan perpajakan.

Menurut dia, kedua sektor itu sangat penting dan sesuai dengan fokus yang diberikan Presiden Joko Widodo dan Ditjen Pajak.

Selain itu, soliditas internal kelembagaan KPK harus diperkuat.

Ia juga menilai, perlu adanya penguatan eksternal, terutama membangun komunikasi yang baik dengan kepolisian dan kejaksaan.

Konsultan hukum lingkungan itu juga berkeinginan untuk memperkuat kinerja KPK. jumlah Menurut dia, jumlah penyidik KPK kurang.

Oleh sebab itu, ia berkeinginan agar ke depan dapat mengangkat penyidik independen tanpa perlu melibatkan kepolisian dan kejaksaan.

SP3 dan "abuse of power"

Sejak pertengahan tahun ini, wacana revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi terus bergulir.

Laode tak mempersoalkan rencana revisi tersebut, selama bertujuan untuk memperkuat KPK.

Dari sejumlah wacana revisi yang hendak dilakukan, ia ragu dengan wacana pemberian wewenang KPK untuk dapat menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3).

"SP3 saya pikir bisa diberlakukan, tetapi catatan saya, jangan sampai SP3 disalahgunakan sebagai ada abuse of power (penyalahgunaan wewenang)," kata Syarif di Kompleks Parlemen, Rabu (16/12/2015).

Menurut dia, selama ini SP3 sering dimanfaatkan penyidik untuk menggertak seseorang.

Namun, di sisi lain, SP3 juga diperlukan terutama bagi tersangka yang tak mungkin lagi diproses secara hukum, seperti orang sakit atau meninggal dunia.

"Itu mengapa harus ada dua alat bukti di KPK, supaya hati-hati, menjaga agar tidak terjadi kezaliman," kata Syarif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com