Bahkan, munculnya SE ini dianggap sebagai ancaman bagi masyarakat untuk membatasi kebebasan berekspresi dan berdemokrasi. Masyarakat, kata Luhut, menjadi takut untuk mengunggah gambar atau berkirim pesan yang sedikit menyinggung pihak tertentu.
"Kalau setiap hari waswas kirim WhatsApp, gambar, jangan-jangan dimata-matai ada polisi rahasia. Malah itu tidak baik," kata Luhut. (Baca: Komnas HAM Minta Pencemaran Nama Baik Dihapus dari SE "Hate Speech" )
Luhut mengatakan, kekhawatiran kemunculan SE hate speech malah membuat masyarakat tidak kritis terhadap pemerintahan. (Baca: Kapolri: Surat Edaran "Hate Speech" Justru Beri Kepastian Hukum )
Ia menambahkan, pasal-pasal yang tertera dalam SE tersebut, yaitu Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik dan Perbuatan Tidak Menyenangkan serta Pasal 28 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, seperti pasal-pasal yang digunakan untuk membungkam masyarakat saat Orde Baru.
"Pasal itu digunakan oleh kekuasaan kolonial untuk mengontrol penduduk. Perlu dilihat, demokrasi kita sudah maju," kata Luhut. (Baca: Bermacam Hal yang Perlu Diketahui soal Edaran Kapolri tentang "Hate Speech"... )
"Seolah dengan SE ini, polisi punya pemantau rahasia untuk pantau medsos. Bukan soal bermasalah lagi, tapi menimbulkan persepsi negatif," lanjut dia.