JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla berpendapat bahwa kemajuan ekonomi sedianya tidak diukur dari nilai tukar rupiah terhadap dollar AS atau indeks saham.
Menurut Kalla, kemajuan ekonomi suatu negara semestinya diukur melalui besar kecilnya tenaga kerja yang terserap.
Wapres lantas mencontohkan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sempat terjadi.
Menurut dia, ketika itu, dollar AS melemah karena adanya target penyerapan tenaga kerja di Amerika Serikat yang tidak sesuai dengan harapan.
"Dia (Amerika Serikat) memproyeksikan lapangan kerja terserap baik, hanya 400.000, tetapi ternyata yang dicapai hanya 250.000, langsung turun. Jadi, ukuran kemajuan yang paling pasti itu bukan kurs atau indeks saham, melainkan lapangan kerja," kata Kalla saat menyampaikan arahannya kepada jajaran Kementerian Tenaga Kerja di Kantor Kementerian Tenaga Kerja di Jakarta, Kamis (22/10/2015).
Hadir dalam acara ini, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri serta Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nusron Wahid.
Wapres mengatakan bahwa maju mundurnya perekonomian suatu negara bergantung pada seberapa besar lapangan kerja yang terbuka. (Baca: Jokowi: Beda dari 1998, Ekonomi Indonesia Saat Ini Banyak Diacungi Jempol)
Menurut dia, hanya melalui lapangan kerja, masyarakat bisa memperoleh kesejahteraan.
"Kalau orang menganggur, bagaimana mau sejahtera? Bukan kurs rupiah, kalau kurs menguat importir senang, kalau kurs melemah eksportir senang. Jadi, ada yang senang dan susah. Kalau lapangan kerja semua orang senang, maka itu kemajuan yang pasti," ujar Kalla.
Atas dasar itu, Wapres menekankan pentingnya menciptakan lapangan kerja melalui peningkatan investasi di bidang industri. (Baca: Rizal Ramli: Syukur, Pemerintah Jokowi Bagi-bagi Uang...)
Ia berpendapat bahwa perkembangan industri mampu membuka lapangan kerja lebih luas. Hal ini berbeda dengan peningkatan kemajuan di bidang pertanian.
Menurut dia, kemajuan di bidang pertanian akan mendorong terjadinya intensifikasi sehingga lapangan kerja berkurang.
"Kalau pertanian berhasil artinya tenaga kerja akan menurun, orang akan intensifikasi dan orang yang bekerja di pertanian akan menurun. Kalau pertanian gagal juga akan menurun yang bekerja, akan pindah ke kota. Baik atau jelek hasilnya akan terjadi urbanisasi seperti sekarang, dibutuhkan lapangan kerja di industri," tutur Wapres.
Di samping itu, lanjut Kalla, lapangan kerja di bidang industri bisa memberikan penghasilan yang lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan di sektor pertanian.