Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JK: Kemajuan Ekonomi Bukan Diukur dari Nilai Tukar Rupiah atau Indeks Saham

Kompas.com - 22/10/2015, 16:51 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Presiden Jusuf Kalla berpendapat bahwa kemajuan ekonomi sedianya tidak diukur dari nilai tukar rupiah terhadap dollar AS atau indeks saham.

Menurut Kalla, kemajuan ekonomi suatu negara semestinya diukur melalui besar kecilnya tenaga kerja yang terserap.

Wapres lantas mencontohkan menguatnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang sempat terjadi.

Menurut dia, ketika itu, dollar AS melemah karena adanya target penyerapan tenaga kerja di Amerika Serikat yang tidak sesuai dengan harapan.

"Dia (Amerika Serikat) memproyeksikan lapangan kerja terserap baik, hanya 400.000, tetapi ternyata yang dicapai hanya 250.000, langsung turun. Jadi, ukuran kemajuan yang paling pasti itu bukan kurs atau indeks saham, melainkan lapangan kerja," kata Kalla saat menyampaikan arahannya kepada jajaran Kementerian Tenaga Kerja di Kantor Kementerian Tenaga Kerja di Jakarta, Kamis (22/10/2015).

Hadir dalam acara ini, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri serta Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Nusron Wahid.

Wapres mengatakan bahwa maju mundurnya perekonomian suatu negara bergantung pada seberapa besar lapangan kerja yang terbuka. (Baca: Jokowi: Beda dari 1998, Ekonomi Indonesia Saat Ini Banyak Diacungi Jempol)

Menurut dia, hanya melalui lapangan kerja, masyarakat bisa memperoleh kesejahteraan.

"Kalau orang menganggur, bagaimana mau sejahtera? Bukan kurs rupiah, kalau kurs menguat importir senang, kalau kurs melemah eksportir senang. Jadi, ada yang senang dan susah. Kalau lapangan kerja semua orang senang, maka itu kemajuan yang pasti," ujar Kalla.

Atas dasar itu, Wapres menekankan pentingnya menciptakan lapangan kerja melalui peningkatan investasi di bidang industri. (Baca: Rizal Ramli: Syukur, Pemerintah Jokowi Bagi-bagi Uang...)

Ia berpendapat bahwa perkembangan industri mampu membuka lapangan kerja lebih luas. Hal ini berbeda dengan peningkatan kemajuan di bidang pertanian.

Menurut dia, kemajuan di bidang pertanian akan mendorong terjadinya intensifikasi sehingga lapangan kerja berkurang.

"Kalau pertanian berhasil artinya tenaga kerja akan menurun, orang akan intensifikasi dan orang yang bekerja di pertanian akan menurun. Kalau pertanian gagal juga akan menurun yang bekerja, akan pindah ke kota. Baik atau jelek hasilnya akan terjadi urbanisasi seperti sekarang, dibutuhkan lapangan kerja di industri," tutur Wapres.

Di samping itu, lanjut Kalla, lapangan kerja di bidang industri bisa memberikan penghasilan yang lebih besar dibandingkan dengan pekerjaan di sektor pertanian.

Dalam kesempatan tersebut, Wapres juga mengakui adanya pelemahan ekonomi yang terjadi. Ia menyampaikan bahwa pelemahan ekonomi nasional dipengaruhi lemahnya perekonomian negara maju, seperti Amerika dan China.

Akibatnya, permintaan akan komoditas asal Indonesia pun berkurang.

"Harga juga menurun, menyebabkan indikasi-indikasi daya beli di daerah penghasil itu menurun dan menyebabkan impor daerah industri yang menjual penghasil itu turun juga," kata Kalla.

Bukan hanya itu, pelemahan ekonomi juga diperparah dengan datangnya El Nino atau gelombang panas yang mengakibatkan kebakaran hutan dan menurunnya hasil pertanian karena kekeringan.

Bencana El Nino ini, menurut Kalla, paling berdampak terhadap tenaga kerja di bidang pertanian. Kurang lebih 34 persen pekerja di Indonesia mencari nafkah pada sektor pertanian.

"Paling banyak di bidang pertanian, 34 persen, lalu perdagangan jasa dan sebagainya 22 persen, sosial dan lain-lain 16 persen, industri 13 persen. Ini artinya semua bidang harus ditingkatkan untuk memberi dampak besar terhadap tenaga kerja," papar Kalla.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 23 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com