Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

MK Didesak Revisi Aturan Terkait Pengajuan Gugatan Perselisihan Hasil Pilkada

Kompas.com - 11/10/2015, 14:44 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 100/PUU-XIII/2015 tentang Calon Tunggal telah memperbolehkan satu pasang calon tunggal mengikuti pilkada. Namun, muncul permasalahan baru, siapakah yang berhak mengajukan permohonan sengketa terhadap calon tunggal yang terpilih jika terjadi kecurangan?

Sebab, dalam Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, telah dibatasi bahwa pihak pemohon yang berhak mengajukan permohonan sengketa pilkada hanya pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta pasangan calon wali kota dan wakil wali kota.

Terkait permasalahan tersebut, Konstitusi dan Demokrasi Insiatif (KoDe Inisiatif) mendesak MK untuk merevisi PMK tersebut dan mengusulkan dua prosedur yang dapat digunakan.

Pertama, yaitu prosedur hak gugat warga negara (Citizen Law Suit) atau akses orang-perorangan warga negara mewakili kepentingan umum untuk menggugat negara ketika negara lalai dalam menjalankan hak-haknya, atau untuk memulihkan kerugian publik.

"Doktrin dari Citizen Law Suit inilah yang nanti akan kita kembangkan dan lakukan penyesuaian melalui terobosan hukum, ataupun nanti MK mengaturnya di proses sengketa perselisihan hasil pilkada. Doktrin ini yang akan memberikan legal standing (kedudukan hukum) kepada pemilih ketika menggugat kolom setuju," kata Peneliti KoDe Insiatif Arie M Haikal dalam konferensi pers di MH Thamrin, Jakarta, Minggu (11/10/2015).

Kolom setuju yang dimaksud adalah calon kepala daerah jika terpilih. Sebab, dalam putusan MK tentang Calon Tunggal diputuskan pula bahwa dalam pilkada, calon tunggal akan disediakan kolom 'setuju' dan 'tidak setuju' mengingat calon kepala daerah hanya satu.

Adapun prosedur kedua yang diusulkan KoDe Inisiatif, seperti dipaparkan oleh Haikal, adalah melalui mekanisme gugatan perwakilan kelompok (Class Action), di mana pemilih dapat mengajukan gugatan secara berkelompok yang diwakilkan kepada wakil kelompok yang merasa dirugikan atas pelaksanaan pemilu yang tidak jujur dan adil.

Haikal menambahkan, prosedur pemilihan itu sesungguhnya menjalankan perintah konstitusi dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilaksanakan berdasarkan undang-undang.

Terkait usulan prosedur pengajuan gugatan terhadap calon tunggal tersebut, pakar tata hukum negara Refly Harun juga mengusulkan agar tidak sembarang orang dapat mengajukan gugatan, melainkan hanya orang-orang yang telah mendaftar terlebih dahulu ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) di daerahnya sebagai kelompok oposisi dari calon tunggal.

Dengan demikian, orang-orang yang mendaftar tersebutlah yang dapat diakui memiliki legal standing untuk mengajukan gugatan.

"Karena kan tidak bisa tiba-tiba ada satu orang warga negara mengajukan. Selain hak asasi, kita juga bicara tentang keterwakilan yang rasional," tutur Refly Harun dalam kesempatan yang sama. 

Hal tersebut, menurut Refly, adalah untuk menghindari adanya orang iseng yang mengajukan gugatan sehingga dapat mengganggu agenda ketatanegaraan. "MK harus bisa mengakomodasi itu," ucap pengamat hukum tata negara itu.

Refly mengambil contoh di mana pernah MK mengatakan bahwa yang bisa mengajukan permohonan adalah mereka yang terdaftar sebagai calon kepala daerah.

Namun, dalam perselisihan pemilu pada 2010 MK justru menerima gugatan dari mereka yang telah dicoret dan belum terdaftar sebagai calon kepala daerah.

"Sebenarnya secara evolutif MK sudah bergerak. Tidak ada alasan bagi MK untuk tidak menerima gugatan seperti (usulan) itu, Citizen Law Suit ataupun Class Action," ujarnya.

Refly menambahkan, yang terpenting adalah harus dipastikan bahwa hak-hak konstitusional dalam pemilu tidak terlanggar, baik hak konstitusional calon kepala daerah maupun pemilih, yang harus dijamin agar penghitungan suara bisa dihitung secara benar dan tidak terjadi kecurangan.

Namun, Refly mengatakan, seandainya MK tidak merevisi PMK-nya, gugatan harus tetap diterima sesuai dengan prinsip atau asas pengadilan bahwa pengadilan tidak boleh menolak perkara.

"Dan perlu diketahui bahwa jangankan PMK, yang namanya undang-undang saja pernah dikesampingkan oleh MK demi tujuan untuk melindungi konstitusi," ujar Refly.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Demo Tolak Revisi UU Polri, Aliansi Masyarakat Sipil: Kekuasaan Polisi Bakal Melebihi Presiden

Demo Tolak Revisi UU Polri, Aliansi Masyarakat Sipil: Kekuasaan Polisi Bakal Melebihi Presiden

Nasional
Yakin Partai Lain Tertarik Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Enggak Mau Aman?

Yakin Partai Lain Tertarik Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Enggak Mau Aman?

Nasional
Sejumlah Nama yang Disiapkan PDI-P untuk Pilkada: Risma-Azwar Anas di Jatim, Andika Perkasa di Jateng

Sejumlah Nama yang Disiapkan PDI-P untuk Pilkada: Risma-Azwar Anas di Jatim, Andika Perkasa di Jateng

Nasional
PKS Enggan Tawarkan Partai KIM untuk Usung Anies-Sohibul, tetapi Berbeda dengan PDI-P

PKS Enggan Tawarkan Partai KIM untuk Usung Anies-Sohibul, tetapi Berbeda dengan PDI-P

Nasional
Soal Tawaran Kursi Cawagub Pilkada Jakarta oleh KIM, PKS: Beri Manfaat atau Jebakan?

Soal Tawaran Kursi Cawagub Pilkada Jakarta oleh KIM, PKS: Beri Manfaat atau Jebakan?

Nasional
Yakin Tak Ditinggal Partai Setelah Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Elektabilitasnya Paling Tinggi?

Yakin Tak Ditinggal Partai Setelah Usung Anies-Sohibul, PKS: Siapa yang Elektabilitasnya Paling Tinggi?

Nasional
PKS Ungkap Surya Paloh Berikan Sinyal Dukungan Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta

PKS Ungkap Surya Paloh Berikan Sinyal Dukungan Anies-Sohibul untuk Pilkada Jakarta

Nasional
Soal Jokowi Tawarkan Kaesang ke Parpol, Sekjen PDI-P: Replikasi Pilpres

Soal Jokowi Tawarkan Kaesang ke Parpol, Sekjen PDI-P: Replikasi Pilpres

Nasional
KPK Segera Buka Data Caleg Tak Patuh Lapor Harta Kekayaan

KPK Segera Buka Data Caleg Tak Patuh Lapor Harta Kekayaan

Nasional
KPK Kembali Minta Bantuan Masyarakat soal Buronan Harun Masiku

KPK Kembali Minta Bantuan Masyarakat soal Buronan Harun Masiku

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Bantah Hasto Menghilang | Kominfo Tak Respons Permintaan 'Back Up' Data Imigrasi

[POPULER NASIONAL] PDI-P Bantah Hasto Menghilang | Kominfo Tak Respons Permintaan "Back Up" Data Imigrasi

Nasional
Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 2 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Anggota DPR: PDN Itu Seperti Brankas Berisi Emas dan Berlian, Obyek Vital

Nasional
Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Kuasa Hukum Sebut Staf Hasto Minta Perlindungan ke LPSK karena Merasa Dijebak KPK

Nasional
Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Kuasa Hukum Bantah Hasto Menghilang Setelah Diperiksa KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com