Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisioner KY Nilai Ada Konflik Kepentingan dalam Putusan MK

Kompas.com - 07/10/2015, 22:58 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisioner Komisi Yudisial Imam Anshori Saleh menilai ada konflik kepentingan dalam keputusan Mahkamah Konstitusi yang menghilangkan kewenangan KY dalam proses seleksi hakim pengadilan umum. Pasalnya, ada beberapa hakim MK yang memiliki latar belakang sama dengan pemohon uji materi.

"Sudah diduga sebelumnya, karena di sana (MK) ada tiga hakim dari Mahkamah Agung, tinggal tambah dua hakim yang menyetujui sudah bisa menentukan keputusan," ujar Imam, kepada Kompas.com, Rabu (7/10/2015).

Imam bahkan menduga ada ada pelanggaran etik, karena tiga hakim MK berasal dari Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) yang merupakan Hakim Agung. Adapun, pemohon uji materi ini adalah Ikatan Hakim Indonesia yang diwakilkan oleh 5 Hakim Agung, yakni Imam Soebechi, Suhadi, Abdul Manan, Yulius, Burhan Dahlan, dan 1 panitera MA, Soeroso Ono.

Selain itu, menurut Imam, Hakim Konstitusi sepertinya tidak mempertimbangkan keterangan para ahli yang dihadirkan KY selama tahapan persidangan. Meski demikian, KY akan tetap menghormati putusan MK tersebut.

"Putusan MK final dan mengikat, ya dipatuhi saja, walaupun terasa janggal," kata Imam.

Mahkamah Konstitusi menghapus kewenangan Komisi Yudisial dalam proses seleksi hakim pengadilan umum. Hal itu diputuskan dalam sidang putusan uji materi mengenai ketentuan seleksi hakim di Gedung Mahakamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (7/10/2015).

Para pemohon mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009  Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, dan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 Perubahan Kedua Atas UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Menurut Mahkamah, kewenangan KY dalam pengangkatan hakim pada pengadilan umum, pengadilan agama dan pengadilan tata usaha adalah inkonstitusional, karena bertentangan dengan Pasal 24 ayat 1, Pasal 24 b ayat 1 dan Pasal 28 d ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Sesuai dasar konstitusi tersebut, kekuasaan kehakiman yang merdeka tidak hanya dalam konteks pelaksanaan kewenangan hakim dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara, melainkan juga untuk melakukan proses seleksi dan perekrutan hakim yang berkualitas secara independen dan mandiri.

Mahkamah menjelaskan, dengan berlakunya pasal tersebut, keterlibatan KY dapat termasuk sebagai suatu intervensi kelembagaan yang merusak mekanisme check and balancesyang telah dibangun. (Baca: MK Hapus Kewenangan KY dalam Seleksi Hakim Pengadilan Umum)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

PKB Siap Bikin Poros Tandingan Hadapi Ridwan Kamil di Pilkada Jabar

Nasional
Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Nasional
Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Nasional
PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com