Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kepada Pansel, KPK Usul Penegak Hukum Tak Ungkit Masa Lalu Pimpinan

Kompas.com - 01/06/2015, 16:35 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Panitia seleksi calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima usulan dari sejumlah pihak terkait calon pimpinan KPK mendatang. Salah satu usulan yang diterima Pansel dari KPK yakni agar komisioner terpilih tidak lagi diungkit masa lalunya selama memimpin KPK.

Juru bicara Pansel KPK, Betti S Alisjahbana, menjelaskan bahwa KPK menginginkan agar setiap penelusuran jejak rekam yang melibatkan kepolisian, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), serta kejaksaan dibuat semacam dokumen tertulis.

Dokumen itu juga berisi hasil penelusuran jejak rekam dan berjanji tak akan kembali mengungkit masa lalu calon pimpinan pada saat menjabat nanti.

"Oke dilakukan penelusuran, melibatkan polisi, PPATK, kalau sudah kita buat semacam clearance bahwa institusi itu (menyatakan) kami sudah melakukan penelusuran dengan baik sehingga pada saat menjabat itu tidak diungkit. Itu usulan dari KPK," ujar Betti saat ditemui di kantor Sekretariat Negara, Jakarta, Senin (1/6/2015).

Betti mengaku usulan itu sudah di luar kewenangan Pansel yang hanya bertugas menyeleksi calon pimpinan. Pansel masih mempertimbangkan apakah akan menyampaikan usulan itu kepada Presiden Joko Widodo atau tidak.

Selama KPK berdiri, sejumlah kasus pidana kerap menerpa para pimpinan KPK. Misalnya, Antasari Azhar yang sempat menjabat Ketua KPK periode 2007-2009, tetapi terpaksa lengser dari posisinya setelah terseret kasus pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen.

Adapun yang lainnya, yakni Bibit Samad Riyanto dan Chandra M Hamzah, sempat menjadi tersangka dalam kasus dugaan penyalahgunaan kewenangan. Mereka sempat ditahan kepolisian lantaran dituduh menyalahgunakan kewenangannya saat mencekal bos PT Masaro Radiocom Anggoro Widjojo dan mencabut cekal bos PT Era Giat Prima, Joko Soegiarto Tjandra.

Bibit dan Chandra akhirnya bebas setelah kejaksaan menerbitkan surat penghentian perkara. Tindak pidana yang dituduhkan kepada Antasari, Bibit, dan Chandra itu terjadi ketika mereka masih menjabat sebagai pimpinan.

Belakangan, dua pimpinan KPK dijerat kasus yang disebut terjadi sebelum mereka memimpin KPK. Bambang Widjojanto menjadi tersangka kasus dugaan pengarahan kesaksian palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat. Sementara Abraham Samad menjadi tersangka kasus pemalsuan dokumen.

Betty mengakui adanya kekhawatiran dari orang-orang potensial bahwa mereka bakal terkena kriminalisasi jika menjabat pimpinan KPK. Hal ini membuat mereka ragu untuk mendaftarkan diri ke Pansel KPK. (Baca: Pansel KPK: Banyak Calon Potensial Takut Mendaftar)

"Itu sesuatu yang nyata. Sehingga, kami mengantisipasi dengan melakukan langkah-langkah ekstra dengan merangkul berbagai kalangan dan secara aktif terlibat untuk mendorong, memotivasi, serta mengetuk hati orang-orang baik," ujar Betti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com