Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polri Anggap Kasus Budi Tak Layak Diusut, Apa yang Bisa Dilakukan KPK?

Kompas.com - 20/05/2015, 07:40 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Indonesia Corruption Watch Adnan Topan Husodo mengatakan, Komisi Pemberantasan Korupsi bisa kembali menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka. Kasus Budi, yang dilimpahkan Kejaksaan Agung ke Bareskrim Polri, dinyatakan tak layak diusut setelah Polri melakukan gelar perkara. 

Namun, kata Topan, jika kembali mengusut kasus ini, KPK akan menghadapi risiko, di antaranya memperparah upaya kriminalisasi terhadap KPK.

"KPK bisa saja menetapkan BG sebagai tersangka, tapi dengan risiko yang tinggi," ujar Topan, dalam sebuah diskusi, di Jakarta, Selasa (19/5/2015).

Topan mengatakan, jika ingin kembali menangani kasus Budi, KPK harus membuat perhitungan ulang. Alasannya, karena saat ini dua pimpinan nonaktif KPK dan satu penyidiknya telah berstatus tersangka di Bareskrim Polri. Topan khawatir, langkah tersebut justru akan menyerang balik KPK.

"Sekarang pertanyaannya, seberapa kuat KPK bisa melakukan itu? Karena di sisi lain, ini list kasus yang dibidik Bareskrim ke KPK masih banyak," kata Topan.

Oleh karena itu, KPK diminta membangun komunikasi yang baik dengan Presiden Joko Widodo untuk mendapatkan dukungan penuh Presiden sehingga menjadi instansi yang kuat.

"Jika Presiden ada kepercayaan penuh ke KPK maka posisi KPK akan kuat. Kalau tidak ada dukungan, KPK seperti sendirian," ujar dia.

Menurut Topan, seharusnya KPK langsung membuat surat perintah penyelidikan dan penyidikan baru begitu hakim tunggal praperadilan Sarpin Rizaldi memutuskan bahwa penetapan Budi sebagai tersangka tidak sah. Padahal, hal tersebut dilakukan KPK setelah kalah dalam praperadilan atas gugatan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin.

"Kenapa tidak terjadi dalam kasus BG? Kan itu dua hal yang sama. Ini kan ada pertanyaan ke pimpinan KPK kenapa sikap mereka berbeda," kata Topan.

Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Victor Edison Simanjuntak mengatakan, dalam gelar perkara dugaan gratifikasi Komjen Budi Gunawan diputuskan bahwa kasus tersebut tak layak ditingkatkan ke penyidikan. Victor menyebutkan, gelar perkara dihadiri tiga pakar hukum, yakni Chairul Huda, Teuku Nasrullah, dan Yenti Garnasih. Dengan demikian, kata Victor, Polri menganggap penyidikan tidak memenuhi syarat dan menganggap perkara tersebut tidak ada.

Victor memastikan bahwa tidak akan ada gelar perkara lagi untuk dugaan gratifikasi Komjen Budi Gunawan. Keputusan Polri ini telah diketahui oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung.

Budi Gunawan ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan kepemilikan transaksi mencurigakan. Ia dijerat Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Pihak Budi lalu mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terhadap penetapan tersangka itu. Sidang praperadilan yang dipimpin hakim Sarpin Rizaldi memutus bahwa penetapan tersangka Budi oleh KPK tak sah.

Status tersangka Budi dinyatakan batal. Pasca-putusan praperadilan, KPK melimpahkan berkas perkara Budi ke Kejaksaan Agung. Selanjutnya, kejaksaan justru melimpahkan kasus itu ke kepolisian dengan alasan polisi pernah mengusut kasus tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Yusril: Penambahan Kementerian Prabowo Bukan Bagi-bagi Kekuasaan, Tak Perlu Disebut Pemborosan

Nasional
BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

BPK di Pusara Sejumlah Kasus Korupsi...

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Diisi Orang Politik

Nasional
Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Pilkada 2024, Belum Ada Calon Perseorangan Serahkan KTP Dukungan ke KPU

Nasional
Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Ada Jalur Independen, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Gubernur Nonpartai?

Nasional
PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

PPP: RUU Kementerian Negara Masuk Prolegnas, tetapi Belum Ada Rencana Pembahasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com