Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi: Logika Tim Pengacara Budi Gunawan Tidak Tepat

Kompas.com - 11/02/2015, 09:43 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Komisi Pemberantasan Korupsi disebut tidak memiliki kewajiban untuk meminta keterangan kepada Komisaris Jenderal (Pol) Budi Gunawan sebelum menetapkan calon Kepala Polri itu sebagai tersangka. Hal ini merujuk pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"KUHAP tak mewajibkan seorang saksi atau calon tersangka harus diperiksa terlebih dahulu sebelum ditetapkan sebagai tersangka," kata Dosen Hukum Pidana Universitas Andalas Shinta Agustina di Jakarta, Rabu (10/2/2015).

Dengan demikian, menurut Shinta, logika tim pengacara Budi Gunawan tidak tepat jika menilai penetapan tersangka KPK cacat hukum karena klien mereka tak pernah dimintai keterangan dalam kasus tersebut pada tahap penyelidikan.

Shinta mengatakan, KUHAP dengan jelas menyebutkan bahwa penetapan tersangka bisa dilakukan jika telah didapatkan bukti permulaan yang cukup. Jika sudah demikian, lanjut dia, keterangan saksi menjadi tidak relevan.

"Jika penyidik merasa yakin dan cukup dengan alat bukti yang dimilikinya dapat segera menetapkan seseorang sebagai tersangka," ucap Shinta.

Adapun alat bukti yang berupa keterangan tersangka, kata dia, berada pada urutan terakhir sehingga tidak diperlukan lagi jika sudah ditemukan alat bukti permulaan untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka. (baca: Melebar, Saksi Budi Gunawan Mengungkit Kasus Lain yang Sudutkan KPK)

Atas dasar ini, Shinta menilai bahwa hakim pengadilan praperadilan sedianya langsung menolak gugatan yang diajukan Budi. Menurut dia, praperadilan juga tidak berwenang untuk menguji proses penetapan tersangka.

Dalam sidang praperadilan yang berlangsung Senin (9/2/2015), tim pengacara Budi menilai penetapan tersangka kliennya oleh KPK cacat yuridis. Mereka mempermasalahkan KPK yang belum meminta keterangan Budi sebelum menetapkan tersangka.

Mereka menghadirkan para mantan penyidik KPK sebagai saksi di sidang praperadilan. Para mantan penyidik KPK tersebut mengaku selalu memeriksa calon tersangka sebelum meningkatkan ke tahap penyidikan. (baca: Kesaksian Mantan Penyidik KPK Menyudutkan KPK)

Selain itu, KPK juga dianggap telah merampas kewenangan Presiden Joko Widodo karena meminta dilibatkan dalam penelusuran rekam jejak calon Kapolri. Penetapan tersangka Budi Gunawan oleh KPK diumumkan beberapa hari setelah Presiden Jokowi mengajukan namanya sebagai calon tunggal Kapolri kepada DPR.

Budi telah melalui uji kelayakan dan kepatutan serta mengantongi persetujuan DPR untuk dilantik sebagai Kapolri. Namun, dengan status tersangka yang melekat pada Budi Gunawan, Presiden Jokowi memutuskan menunda pelantikan hingga ada putusan praperadilan.

Presiden berjanji akan menyampaikan keputusan terkait pencalonan Budi pada pekan ini. (baca: Mimik Abraham dan Bambang yang Mengejek Jadi Bukti Praperadilan Budi Gunawan)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sebut Buku Partai yang Disita KPK Berisi Arahan Megawati, Adian: Boleh Enggak Kita Waspada?

Sebut Buku Partai yang Disita KPK Berisi Arahan Megawati, Adian: Boleh Enggak Kita Waspada?

Nasional
“Saya kan Menteri...”

“Saya kan Menteri...”

Nasional
Zulhas Sempat Kecewa PAN Hanya Dapat 48 Kursi DPR RI pada Pemilu 2024

Zulhas Sempat Kecewa PAN Hanya Dapat 48 Kursi DPR RI pada Pemilu 2024

Nasional
Politikus PDI-P Ingatkan Pemerintah Hati-hati dalam Penegakan Hukum

Politikus PDI-P Ingatkan Pemerintah Hati-hati dalam Penegakan Hukum

Nasional
Zulhas Ngaku Sudah Serap Ilmu Jokowi, Targetkan PAN Minimal Posisi 4 di Pemilu 2029

Zulhas Ngaku Sudah Serap Ilmu Jokowi, Targetkan PAN Minimal Posisi 4 di Pemilu 2029

Nasional
Politikus PDI-P Nilai Pemeriksaan Hasto Erat dengan Politik Hukum, Anggap Kasus Harun Masiku Musiman

Politikus PDI-P Nilai Pemeriksaan Hasto Erat dengan Politik Hukum, Anggap Kasus Harun Masiku Musiman

Nasional
Soal Peluang Usung Anies pada Pilkada Jakarta, PDI-P dan PKB Masih Mengkaji

Soal Peluang Usung Anies pada Pilkada Jakarta, PDI-P dan PKB Masih Mengkaji

Nasional
Soal Pilkada Jakarta, PDI-P Sebut Tak Cuma Pertimbangkan Elektabilitas Calon

Soal Pilkada Jakarta, PDI-P Sebut Tak Cuma Pertimbangkan Elektabilitas Calon

Nasional
Ngabalin Bantah Isu Jokowi Sodorkan Nama Kaesang ke Parpol untuk Pilkada Jakarta

Ngabalin Bantah Isu Jokowi Sodorkan Nama Kaesang ke Parpol untuk Pilkada Jakarta

Nasional
Saat Jokowi Perintahkan PDN Diaudit Imbas Peretasan, tapi Projo Bela Menkominfo...

Saat Jokowi Perintahkan PDN Diaudit Imbas Peretasan, tapi Projo Bela Menkominfo...

Nasional
Gagasan Overseas Citizenship Indonesia: Visa Seumur Hidup bagi Diaspora

Gagasan Overseas Citizenship Indonesia: Visa Seumur Hidup bagi Diaspora

Nasional
Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Nasional
[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

Nasional
Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Nasional
Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com