JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPP Partai Hanura Yuddy Chrisnandi mengatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (perppu) yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono adalah suatu hal yang mubazir.
"Ini suatu kemubaziran. Masih banyak hal-hal yang lebih penting untuk dibuat perppu," ujar Yuddy, saat ditemui di Kantor DPP Hanura, Jakarta Pusat, Jumat (3/10/2014).
Menurut Yuddy, sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, SBY seharusnya menggunakan klausul untuk menolak Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, saat masih dibahas dalam paripurna di DPR. Jika SBY benar-benar tulus dalam memilih pilkada secara langsung, kata Yuddy, seharusnya Partai Demokrat tidak melakukan aksi walk out dalam paripurna, sehingga mengurangi suara fraksi pendukung pilkada langsung di DPR.
Meskipun demikian, kata Yuddy, perppu tersebut secara subyektif akan menyelamatkan citra SBY dalam masa akhir jabatannya sebagai presiden. Hal itu juga dinilai sebagai langkah mengembalikan hak-hak demokrasi rakyat dalam pilkada langsung.
"Paling tidak, perppu bisa menyelamatkan SBY, dan menyelamatkan hak rakyat yang dipasung dalam Undang-Undang Pilkada," kata Yuddy.
Seperti diketahui, SBY telah menandatangani dua perppu sebagai pengganti Undang-Undang Pilkada. Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Dalam perppu ini, Presiden menekankan, sekaligus mencabut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang mengatur bahwa kepala daerah dipilih oleh DPRD. Kemudian, Perppu Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Inti perppu ini, menurut SBY, untuk menghapus tugas dan wewenang DPRD untuk memilih kepala daerah. Kedua perppu tersebut, nantinya masih akan dibahas oleh DPR untuk kemudian diberikan persetujuan.
Yuddy mengatakan, dalam hal ini dibutuhkan keseriusan SBY untuk berkomunikasi dengan Koalisi Merah Putih agar menyetujui perppu tersebut. Hal itu beralasan, karena sebagian besar kursi parlemen, saat ini diisi oleh fraksi-fraksi yang tergabung dalam koalisi tersebut.
"Masalahnya, apakah SBY sungguh-sungguh? Apakah SBY punya itikad baik dalam mendukung demokrasi?" ujar Yuddy.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.