Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alangkah Kreatifnya Bangsaku

Kompas.com - 03/10/2014, 01:57 WIB
Jodhi Yudono

Penulis

Catatan Kaki Jodhi Yudono

Rasanya tak ada bangsa yang sekreatif bangsa kita, baik dalam soal seni, teknologi, politik, maupun yang bersifat iseng.

Dalam soal seni, karya-karya seni kita sudah diakui oleh dunia. Sebut saja, batik, keris, Candi Borobudur. Kita juga memiliki nama-nama kreator yang mendunia sejak zaman dulu, sebut saja Raden Saleh, Affandi, hingga yang mutakhir adalah pianis Ananda Sukarlan.

Dalam soal teknologi, siswa-siswa usia SLTA kita juga sudah banyak yang pandai membuat mobil atau piranti teknologi lainnya. Tetangga saya di desa di kawasan Wangon, Banyumas, hanya berbekal peralatan sederhana, mampu mengubah mesin slep padi menjadi mobil-mobil berbentuk kereta yang kini mulai menjamur di berbagai tempat sebagai mobil wisata.

Dalam bidang politik....
Wah, daftar kreativitas kita bisa sangat panjang, terutama yang terjadi belakangan ini, yakni menjelang berakhirnya DPR periode 2009-2014 dan saat sidang paripurna untuk memilih pimpinan DPR.

Para anggota dewan periode 2009-2014, di akhir masa jabatannya, melakukan kreativitas yang tak ketulungan hebatnya. Bayangkanlah saudara, tradisi yang sudah menjadi fatsun politik, bisa diubah dengan begitu mudahnya. Ya, tradisi memberi jabatan ketua bagi pemenang Pemilu, diubah menjadi siapa saja bisa jadi ketua asal dipilih mayoritas anggota DPR. Kebanggaan sebagai pemenang Pemilu, atau sama artinya sebagai partai yang dipilih oleh paling banyak rakyat, bisa tak berarti apa-apa jika sang pemenang tak kreatif menjalin kongkalikong dengan partai lainnya.

Seperti yang terjadi kali ini, lantaran PDI Perjuangan tak kreatif, dengan memberi janji, misalnya akan memberi jabatan menteri atau privillage kepada parpol yang tidak sevisi, maka, kendati menjadi pemenang PEMILU dan pemenang presiden, PDIP bisa ditekikung di tikungan. Walhasil, PDIP pun tak beroleh jabatan strategis di DPR maupun MPR.

Dan hasil kreativitas tersebut menemukan muaranya pada rapat Paripurna DPR-RI tanggal 2 Oktober 2014 dini hari, yang dihadiri 555 anggota itu pun memunculkan susunan pimpinan DPR sebagai berikut:
Ketua DPR : Setya Novanto ( Fraksi Partai Golkar), dan empat Wakil Ketua:
Fadli Zon (Fraksi Partai Gerindra)
Agus Hermanto (Fraksi Partai Demokrat)
Fahri Hamzah (Fraksi PKS)
Taufik Kurniawan (Fraksi PAN)

Kreativitas itu pun terus berlanjut. Atas nama penghematan biaya dan ekses negatif lainnya,  Pilkada Bupati, Walikota dan Gubernur, dibikin tak langung, alias dipilih oleh DORD. Maka sistem Pilkada langsung sebagai produk reformasi 1998, pun berhasil diubah oleh DPR menjadi Pilkada tak langsung. Waktu sepuluh tahun menjadi mubazir dan kita pun kembali ke masa Orde Baru, di mana kekuasaan tertinggi untuk memilih bupati, walikota, gubernur, berada di tangan DPRD.

Maka kita pun seperti memutar kembali film sejarah politik negeri ini. Kita menyaksikan kembali betapa para kepala daerah itu tak menghamba ke rakyat, melainkan menghamba kepada para anggota dewan. Rakyat menjadi hal yang tak begitu penting untuk diperhatikan, sebab, yang utama untuk diperhatikan adalah para anggota dewan yang terhormat. Merekalah yang harus diperhatikan, lahir dan batin.

Pilkada langsung maupun tak langsung memang masih bisa kita perdebatkan, tetapi bahwa kita sudah menghabiskan waktu sepuluh tahun untuk menguji Pilkada langsung, rasanya menjadi tergesa-gesa jika di akhir masa bakti DPR 2009-2014 mengubahnya menjadi Pilkada tak langsung.

Jika ada asumsi, bahwa kepala daerah yang dipilih secara langsung cenderung korup, hal ini dibantah oleh Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto yang menilai, argumentasi bahwa kepala daerah yang dipilih langsung oleh rakyat cenderung melakukan korupsi tidaklah tepat. Bambang mengatakan, anggota DPRD yang terjerat korupsi selama ini justru lebih banyak daripada kepala daerah.

"Berdasarkan data Djohermansyah Johan (Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri), kepala daerah yang kena kasus korupsi 290 orang. Data kita, DPRD yang kena itu sudah 3.600-an. Waduh berarti 1 tahun 300 tuh dengan jumlah kabupaten dan kota yang sama. Artinya yang paling korup DPRD-nya dong?" kata Bambang dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (25/9/2014) malam.

Bambang tidak menyebut jumlah itu didapat dari rentang waktu berapa tahun. Ia khawatir DPRD akan semakin salah dalam menggunakan wewenangnya jika kepala daerah dipilih kembali.

Demikianlah, lantaran kreativitas para anggota dewan itulah, bangsa ini langsung merespon perilaku anggota dewan dengan sangat kreatif dalam soal keisengan.

Dan bagai pantun bersambut, keisengan-keisengan yang muncul adalah reaksi atas apa yang sedang terjadi dan menjadi trending topic di masyarakat.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Hari Pendidikan Nasional, Serikat Guru Soroti Kekerasan di Ponpes

Nasional
Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Bukan Staf Ahli, Andi Gani Ditunjuk Jadi Penasehat Kapolri Bidang Ketenagakerjaan

Nasional
Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Anies Belum Daftar ke PKB untuk Diusung dalam Pilkada DKI 2024

Nasional
PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

PAN Persoalkan Selisih 2 Suara Tapi Minta PSU di 5 TPS, Hakim MK: Mungkin Enggak Setengah Suara?

Nasional
Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Kuasa Hukum KPU Belum Paham Isi Gugatan PDI-P di PTUN

Nasional
KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

KPK Sita Pabrik Kelapa Sawit Bupati Nonaktif Labuhan Batu, Nilainya Rp 15 M

Nasional
Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Sidang Praperadilan Tersangka TPPU Panji Gumilang Berlanjut Pekan Depan, Vonis Dibacakan 14 Mei

Nasional
Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Hukuman Yusrizki Muliawan di Kasus Korupsi BTS 4G Diperberat Jadi 4 Tahun Penjara

Nasional
Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Airin dan Ahmed Zaki Dekati PKB untuk Pilkada 2024

Nasional
Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Anggota DPR Diduga Terima THR dari Kementan, KPK: Bisa Suap, Bisa Gratifikasi

Nasional
Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Mendagri Serahkan Data Pemilih Potensial Pilkada 2024, Jumlahnya 207,1 Juta

Nasional
Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Hardiknas 2024, Fahira Idris: Perlu Lompatan Peningkatan Kualitas Pengajaran hingga Pemerataan Akses Pendidikan

Nasional
Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com