Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bacakan Pleidoi, Anas Menyebut Dirinya Korban Opini

Kompas.com - 18/09/2014, 17:18 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum menyebut dirinya merupakan korban opini sehingga terjerat kasus dugaan korupsi dan pencucian uang terkait proyek Hambalang.

Menurut Anas, ada opini atau persepsi yang dibangun sejak 2011. Opini itu mencitrakan dia bersalah menerima gratifikasi berupa Toyota Harrier terkait kasus Hambalang.

"Persepsi dibangun secara sistematis dalam waktu panjang, dilakukan secara bertalu-talu dan bergelombang, bahwa benar terdakwa menerima gratifikasi Harrier dari Adhi Karya," kata Anas, saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (18/9/2014).

"(Persepsi) ini yang jadi dasar penetapan tersangka dan dibawa ke segala arah hingga ke persidangan," lanjut Anas, yang membacakan pembelaan dirinya ini dengan berdiri dalam balutan baju putih. Hadir di ruangan persidangan ini sejumlah pendukung Anas yang mengenakan seragam Perhimpunan Pergerakan Indonesia (PPI).

Anas juga menilai tidak masuk akal dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyebut dia berniat mempersiapkan diri sebagai calon presiden sejak 2005. Lagi-lagi Anas berpendapat jaksa KPK hanya membangun opini.

Tak ada bukti berkualitas

Menurut Anas, tidak ada bukti berkualitas yang menyebutkan dia berencana nyapres kecuali keterangan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin. "(Dari) Nazar dan partner kerjanya yang secara sengaja memberikan keterangan sesuai arahan Nazar tetapi ketika dalam persidangan justru memberikan keterangan yang berbeda," sebut dia.

Mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat ini juga menganggap jaksa KPK membangun persepsi soal niatnya menjadi capres tersebut dengan membacakan beberapa pesan singkat dalam telepon genggam istri Anas, Athiyyah Laila.

Beberapa pesan singkat tersebut berisi antara lain doa agar Anas menjadi presiden. "Padahal kalau sedikit cermat dan jernih dalam membaca pesan SMS tersebut adalah jelas isinya doa dan harapan dari para pengirim," ujar dia.

Anas melanjutkan, "Pesan (itu) bukan doa harapan dan permintaan dukungan dari istri saya apalagi dari terdakwa. Siapapun dengan mudah bisa memahamai bahwa penerima SMS tidak bisa menolak pesan yang masuk, termasuk materi pesannya."

Tuntutan jaksa

Pleidoi yang dibacakan Anas ini merupakan tanggapan atas tuntutan tim jaksa KPK. Dalam persidangan sebelumnya, jaksa menuntut Anas dihukum 15 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider lima bulan kurungan.

Selain itu, jaksa menuntut Anas membayar uang pengganti kerugian negara yang jumlahnya sesuai dengan harta benda yang diperoleh dari dugaan tindak pidana korupsi, yakni kira-kira Rp 94 miliar dan 5,2 juta dollar AS.

Jaksa menilai Anas terbukti bersalah menerima pemberian hadiah atau janji terkait proyek Hambalang. Menurut Jaksa, mulanya Anas berkeinginan menjadi calon presiden RI sehingga berupaya mengumpulkan dana. Untuk mewujudkan keinginannya itu, Anas bergabung dengan Partai Demokrat sebagai kendaraan politiknya dan mengumpulkan dana.

Dalam upaya mengumpulkan dana, menurut Jaksa, Anas dan Nazar bergabung dalam perusahaan Permai Group. Anas disebut telah mengeluarkan dana senilai Rp 116, 525 miliar dan 5,261 juta dollar AS untuk keperluan pencalonannya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat itu.

Uang tersebut, kata jaksa, berasal dari penerimaan Anas terkait pengurusan proyek Hambalang di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), proyek di perguruan tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas), dan proyek lain yang dibiayai APBN yang didapat dari Permai Group.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

MK Tolak Gugatan PPP terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

MK Tolak Gugatan PPP terkait Hasil Pileg Dapil Jabar

Nasional
Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Sidang Asusila Ketua KPU, Anggota Komnas HAM dan Perempuan Jadi Ahli

Nasional
Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Belanja Negara Makin Besar, Jokowi Minta BPKP Inovasi Gunakan Teknologi Digital

Nasional
Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Pegawai Protokol Kementan hingga Pihak Swasta Jadi Saksi Sidang Kasus Korupsi SYL

Nasional
Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Ketua KPK Ogah Tanggapi Masalah Ghufron Laporkan Dewas ke Bareskrim

Nasional
KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

KPU Sebut Upaya PPP Tembus Parlemen Kandas Sebab Gugatan Banyak Ditolak MK

Nasional
Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Dugaan Rayu PPLN, Ketua KPU Hadiri Sidang DKPP Bareng Korban

Nasional
Jokowi Ingatkan BPKP untuk Cegah Penyimpangan, Bukan Cari Kesalahan

Jokowi Ingatkan BPKP untuk Cegah Penyimpangan, Bukan Cari Kesalahan

Nasional
Indonesia Jadi Tuan Rumah WWF 2024, Fahira Idris Paparkan Strategi Hadapi Tantangan SDA

Indonesia Jadi Tuan Rumah WWF 2024, Fahira Idris Paparkan Strategi Hadapi Tantangan SDA

Nasional
Asa PPP Tembus Parlemen Jalur MK di Ambang Sirna

Asa PPP Tembus Parlemen Jalur MK di Ambang Sirna

Nasional
Ingatkan BPKP Jangan Cari-cari Kesalahan, Jokowi: Hanya Akan Perlambat Pembangunan

Ingatkan BPKP Jangan Cari-cari Kesalahan, Jokowi: Hanya Akan Perlambat Pembangunan

Nasional
Ada Serangan Teroris di Malaysia, Densus 88 Aktif Monitor Pergerakan di Tanah Air

Ada Serangan Teroris di Malaysia, Densus 88 Aktif Monitor Pergerakan di Tanah Air

Nasional
Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Mahfud Blak-blakan Hubungannya dengan Megawati Semakin Dekat Sesudah Ditunjuk Jadi Cawapres

Nasional
Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Mahfud Nilai Pemikiran Megawati Harus Diperhatikan jika Ingin Jadi Negara Maju

Nasional
Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Mahfud Pesimistis dengan Pemberantasan Korupsi di Era Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com