JAKARTA, KOMPAS.com — Kepala Polres Nabire Ajun Komisaris Besar Tagor Hutapea membenarkan adanya arahan dari Bupati Dogiyai, Papua, agar warga mengalihkan suara untuk pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Arahan itu disampaikan Bupati Dogiyai dengan iming-iming imbalan sejumlah uang.
Tagor mengatakan, pada 17 Juli 2014, Bupati Dogiyai Thomas Tigi datang memenuhi undangan warga di sebuah gedung di Dogiyai. Thomas baru memenuhi undangan pada hari itu karena pada beberapa hari sebelumnya sedang memiliki keperluan di Kota Jayapura, Papua.
Menurut Tagor, kira-kira pukul 12.30 pada hari tersebut, Thomas memberi pengarahan kepada seluruh undangan dan warga terkait belum dibayarkannya honor petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Keterlambatan pembayaran honor itu memicu tersendatnya waktu rekapitulasi suara di tingkat distrik ke kabupaten. Tagor menyebut warga marah mendengar arahan dari Thomas yang langsung meninggalkan lokasi seusai memberikan arahannya.
"Warga berdiri dan menunjuk-nunjuk bupati. Tapi, penjelasan (Thomas) menggunakan bahasa daerah, jadi saya kurang paham," kata Tagor saat bersaksi dari Papua melalui telekonferensi di sidang perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (14/8/2014).
Setelah Thomas keluar dari ruang pertemuan, warga turut keluar ruangan berbaur bersama penyelenggara pemilu di tingkat distrik untuk mengungkapkan kekecewaannya. Khawatir kondisinya menjadi tak terkendali, Tagor berinisiatif melakukan komunikasi dengan Ketua Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Dogiyai Didimus Dogomo.
"Ketua KPUD (Didimus) bilang kepada penyelenggara pemilu dan warga, 'Kalau kalian mau uang, ambil di Bupati, tapi suara harus dialihkan kepada Prabowo.' Itu pernyataan Didimus," ujarnya.
Tagor mengaku tidak paham dengan pernyataan Didimus. Ia bertanya maksud dari ucapan yang dilontarkan Didimus pada penyelenggara pemilu dan warga di lokasi.
"Dia (Didimus) bilang, itu pernyataan Bupati waktu di dalam gedung. Pernyataan yang tadi saya bilang pakai bahasa daerah," ucap Tagor.
Mendengar ucapan Didimus, kemarahan warga semakin menjadi. Warga di lokasi kemudian masuk ke dalam gedung untuk mengeluarkan meja guna menggelar rekapitulasi di luar gedung. Saat pleno rekapitulasi itu digelar, semua perwakilan penyelenggara pemilu hadir, termasuk saksi dari pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Tagor menuturkan, saksi dari Prabowo-Hatta tak tampak di lokasi meski sudah dipanggil melalui pengeras suara selama beberapa kali. Dalam pleno rekapitulasi itu, kata Tagor, seluruh Panitia Pemilihan Distrik (PPD) secara bergantian membacakan perolehan suara masing-masing calon di wilayahnya. Rekapitulasi suara tetap digelar meski honor yang dijanjikan sebesar Rp 150.000 dan sempat diusulkan ditambah menjadi Rp 250.000 untuk tiap petugas di masing-masing tempat pemungutan suara belum dibayarkan.
"Mereka bilang, suara untuk Prabowo yang diberikan pada 9 Juli kami tarik kembali. Itu pernyataan dari PPD-PPD yang hadir. Mereka juga minta KPUD Dogiyai jangan mengubah suara dan dibawa sampai ke provinsi," ucapnya.
update
Tanggapan tim Prabowo-Hatta
Anggota tim kuasa hukum Prabowo Subianto, Hatta Rajasa, Maqdir Ismail, mengatakan, perlu ada pembuktian yang cermat di balik kesaksian Hutape. Menurut Maqdir, keterangan yang disampaikan Tagor cukup menjelaskan permasalahan yang terjadi.
Dari keterangan Tagor, uang yang dijanjikan akan diberikan Bupati Dogiyai merupakan honor untuk semua petugas panitia pemilihan kabupaten (PPK) di Dogiyai. Besaran honor tersebut mencapai Rp 150.000 dan sempat diusulkan ditambah menjadi Rp 250.000 sebagai kompensasi karena telat dibayarkan. Baca: Bupati Dogiyai Disebut Janjikan Uang, Ini Kata Tim Hukum Prabowo.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.