Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/07/2014, 16:11 WIB
Catatan Kaki Jodhi Yudono

Kepada yang baik hatinya, Mas Joko Widodo.
Barangkali, inilah kali terakhir saya memanggil Anda dengan sebutan Mas. Besok, setelah tanggal 22 Juli, saat Anda insya Allah terpilih sebagai presiden negeri ini, mana berani saya memanggil sampean dengan sebutan Mas. Bisa-bisa dipelototin sama para pengawal Anda.

Sekadar mengingatkan, Mas. Kita bertemu pertama kali pada tanggal 12 April 2012 di ruang rapat redaksi Kompas.com. Waktu itu pagi-pagi benar Anda datang ke kantor kami untuk silaturahim berkait dengan pencalonan Anda menjadi gubernur DKI. Saya tanya, kelak kalau sudah jadi gubernur mau dipanggil Mas atau Bang, seperti para gubernur sebelum-sebelumnya. "Terserah saja," begitu jawab Anda.

Baiklah, lantaran sampean orang Jawa, selisih umur kita juga cuma dua tahun, maka saya panggil Mas saja kepada Anda, Mas Joko Widodo. Tapi beneran, saya janji, ini kali terakhir saya menyapa Anda dengan sebutan Mas. Selain khawatir dipelototin para pengawal Anda, rasanya enggak enak juga ya memanggil presiden dengan panggilan Mas. Mas Presiden! Patutnya memang Pak, Bapak Presiden, itu jika Anda terpilih jadi presiden.

Pada pertemuan tersebut, saya merasakan betul betapa Anda tak memasang jarak. Kita leluasa ngobrol ke sana kemari dengan santai. Sempat juga saya tanyakan, apakah Anda juga akan menyisihkan gaji Anda sebagai gubernur untuk kegiatan sosial seperti ketika menjadi Wali Kota Surakarta. Anda cuma senyum, sebuah senyum yang cukup sulit diterjemahkan.

Sebagai manusia, tentu saja Anda juga tak luput dari kekurangan. Salah seorang anggota tim sukses Anda bilang kepada saya bahwa Anda adalah unorganized, susah diatur oleh protokoler. Anda bergerak ke mana hati Anda berkata. Begitulah yang saya dengar saat Anda tak memenuhi kesepakatan yang pernah kita bikin untuk membuka pameran bersama para pelukis Gelanggang Remaja Jakarta Selatan (Garajas).

Sungguh Mas, waktu itu saya sakit hati terhadap Anda. Sampai saya bilang ke anggota tim sukses Anda kala itu, "Mau ditaruh di mana muka saya di depan kawan-kawan pelukis yang mengharapkan kehadiran Anda."

Cukup lama juga saya "dendam" terhadap Anda. Sampai akhirnya saya bisa berdamai dengan diri saya dan bisa memaklumi kenapa Anda tak jadi datang untuk membuka pameran lukisan itu. Tahu enggak, Mas, salah satu alasan kenapa kemudian saya "memaafkan" sampean? Itu karena saya lihat Anda bekerja secara bersungguh-sungguh untuk membenahi Kota Jakarta. Saya lihat Anda blusukan ke got-got yang mampat, ke sungai yang dipenuhi sampah, ke warga-warga miskin.

Ya, akhirnya saya bisa memaklumi Anda, dengan asumsi bahwa kala itu pasti Anda sibuk sekali mendatangi konstituen yang tersebar di beberapa tempat di Jakarta yang macet. Maka seperti Anda juga, saya pun bilang ke diri saya, "Aku rapopo".

Selanjutnya saya pun menyaksikan Anda dari kejauhan, melalui televisi maupun berita di koran, online, serta radio. Termasuk saat Anda terpilih menjadi gubernur. Sempat kita satu pesawat menuju Yogyakarta pada pertengahan Juni 2013. Seperti yang diceritakan beberapa orang, memang benar Anda duduk di kelas ekonomi di belakang bangku saya.

Seperti yang saya saksikan langsung. Anda datang sendiri tanpa pengawal dari arah depan menuju kursi belakang. Sontak kedatangan Anda membuat "kegaduhan" para penumpang demi melihat Anda sepesawat dengan mereka.

Oh ya, saya ingin memberi kesaksian untuk menjawab tuduhan mereka yang nyinyir bahwa Anda memang sengaja berjalan dari bagian depan pesawat menuju kursi Anda di bagian belakang supaya dilihat para penumpang lain, ya sekadar pencitraan begitu. Padahal, yang saya tahu, pintu bagian belakang pesawat memang tidak terbuka sehingga semua penumpang harus melalui pintu bagian depan.

Waktu terus bergulir. Kabar mengenai Anda pun saya hikmati. Anda bersama Wagub Ahok dinilai sukses membenahi Waduk Ria Rio, membenahi pedagang di Tanah Abang, di Pasar Minggu, terus Anda masuk ke dalam daftar 50 pemimpin hebat dunia versi majalah Fortune edisi 7 April 2014. Anda menempati urutan ke-37. Sampai akhirnya Anda mendeklarasikan menjadi calon presiden republik ini di rumah Si Pitung di Marunda. Maka, sejak itulah panji-panji sebagai calon presiden dikibarkan.

Hilanglah keraguan dari pihak lawan maupun pendukung. Bagi pihak lawan, kian jelas, Andalah musuh bersama mereka. Bagi pendukung, kian solidlah mereka yang selama ini memang telah memuja Anda. Ketika akhirnya kandidat capres hanya ada dua, diri Anda dan Prabowo Subianto, maka bangsa ini pun langsung terbelah menjadi dua, yakni mereka yang mendukung Anda dan bagian lainnya yang mendukung Prabowo.

Hari-hari berat pun mulai Anda lalui. Kampanye hitam yang mematikan datang bertubi-tubi. Anda dituduh sebagai keturunan Islam gadungan, beraliran PKI, melakukan tindak korupsi, dan tuduhan keji lainnya. Atas semua tuduhan itu, sampean cuma bilang, "Aku rapopo".

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Dianggap Prabowo Sahabat

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Dianggap Prabowo Sahabat

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com