Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Syarat Capres: WNI, Bebas Utang, Bebas G30S/PKI

Kompas.com - 14/05/2014, 21:55 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com
- Komisi Pemilihan Umum mengeluarkan Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2014 yang berisi syarat calon presiden dan calon wakil presiden 2014. Beberapa syarat diperdebatkan sejumlah kalangan karena perlu tafsir khusus dan beberapa yang lain dianggap tak pas dengan kondisi saat ini.

Salah satu yang bisa diperdebatkan adalah syarat kedua soal ketentuan (b) yang berbunyi "Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri".

Ketua KPU Husni Kamil Manik, di Jakarta, Selasa (13/5/2014), mengatakan, klausul ini secara sederhana bisa dijelaskan, yang bersangkutan hingga kini tetap memegang kewarganegaraan Indonesia. "Tidak pernah menanggalkan status WNI," kata Husni.

Komisioner KPU yang membidangi hukum, Ida Budhiati, menambahkan, syarat tak pernah menerima kewarganegaraan lain sudah diatur dalam UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden. ”Dia harus tidak pernah menjadi warga negara lain selain WNI. Tak pernah memiliki dua kewarganegaraan, atau tak pernah menerima kewarganegaraan negara lain, atas kemauan dan kehendak sendiri menjadi WNA," kata Ida.

Syarat lainnya yang bisa diperdebatkan adalah ketentuan (g) yang berbunyi, "Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara".

Menurut Husni, untuk memastikan yang bersangkutan tak terkena klausul tersebut, KPU akan menggunakan keterangan bahwa yang bersangkutan tidak sedang dalam pailit. "Status pailit ini keterangannya dari pengadilan niaga," kata Husni.

Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi Didik Supriyanto masih bisa menerima dua persyaratan tersebut yang sebenarnya riskan dijadikan isu kampanye hitam. "Ketentuan soal kewarganegaraan ini intinya untuk memastikan bahwa calon presiden kita nantinya bukanlah orang yang bisa berkhianat kepada negara ini," kata Didik.

Terkejut soal PKI

Di luar dua syarat tersebut, ada satu persoalan yang menurut Didik penting disimak, yaitu persyaratan nomor (q) yang berbunyi, "Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G30S/PKI". Didik terkejut, ketentuan itu masih ada di persyaratan menjadi presiden.

"Persyaratan ini sudah tak relevan lagi mengingat Mahkamah Konstitusi pernah mengabulkan uji materi terhadap UU Pemilu yang akhirnya memulihkan hak memilih dan dipilih mereka yang terlibat G30S/PKI," kata Didik.

Pada 24 Februari 2004, MK menyatakan Pasal 60 Huruf g UU No 12/2003 tentang Pemilu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Pasal itu menghalangi mereka yang selama ini dicap eks PKI untuk memilih dan dipilih. Ketentuan seperti itu tidak lagi relevan dengan upaya rekonsiliasi nasional.

Direktur Lingkar Madani untul Indonesia Ray Rangkuti lebih memandang konsistensi dalam sebuah aturan. Ketentuan model seperti itu khas perspektif orde baru. "Makin banyaknya generasi politik baru yang lahir, sebenarnya ketentuan itu makin tak relevan," kata Ray. (AMR)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com