Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sri Mulyani Pernah ke Rumah Jusuf Kalla Minta Persetujuan "Blanket Guarantee"

Kompas.com - 08/05/2014, 18:36 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com -- Wakil Presiden RI periode 2004-2009 Jusuf Kalla mengatakan, Sri Mulyani Indrawati selaku Menteri Keuangan pernah mendatangi rumahnya pada 13 Oktober 2008. Kedatangan itu untuk meminta persetujuan blanket guarantee atau penjaminan penuh untuk bank gagal.

Hal itu disampaikan Kalla ketika bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi Bank Century dengan terdakwa mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Budi Mulya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (8/5/2014). "Yang datang Menteri Koordinator Perekonomian, Menteri Keuangan, Menteri BUMN, Sekretaris Negara, meminta agar saya setuju blanket guarantee. Saya katakan tidak (setuju)," kata Kalla.

Kuasa hukum Budi, Luhut Pangaribuan, kemudian membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) Kalla ketika diperiksa oleh KPK dalam penyidikan. Dalam BAP itu, Kalla mengatakan bahwa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyetujui kebijakan blanket guarantee.

Namun, dalam persidangan ini, Kalla menyatakan bahwa SBY tidak pernah mengatakan telah menyetujui blanket guarantee. Saat itu, kata dia, Sri Mulyani hanya menyampaikan bahwa SBY meminta pendapatnya soal blanket guarantee. "Mereka katakan, Presiden minta pandangan saya," ujarnya.

Tanpa dasar hukum

Kalla menilai pemberian dana talangan (bail out) Bank Century tanpa dasar hukum. Hal itu karena sebelumnya pemerintah tidak pernah menyetujui blanket guarantee untuk bank gagal.

"Dasar hukum bail out itu apabila pemerintah menyetujui atau mengeluarkan aturan bahwa semua bank gagal dijamin pemerintah atau blanket guarantee. Aturan itu tidak ada, yang ada penjaminan terbatas yang hanya Rp 2 miliar," ujarnya.

Kalla menjelaskan, blanket guarantee pernah dilakukan pemerintah pada tahun 1998. Namun, penjaminan penuh itu nyatanya sangat merugikan negara sehingga setelah itu blanket guarantee ditiadakan.

"Akibat blanket guarantee itu terjadi moral hazard di berbagai bank di Indonesia yang menyebabkan Bank Indonesia melakukan BLBI sampai Rp 600 triliun lebih. Akibatnya sampai sekarang, 15 tahun setelah itu kita mesti membayar setiap tahun hampir Rp 1 triliun, bunga dan cicilan," papar pria yang akrab disapa JK itu.

Untuk itu, menurut Kalla, kesulitan bank seharusnya ditangani oleh pemegang saham, bukan negara. Kalla mengaku tidak tahu ada rencana bail out Bank Century. Ia baru mendapat laporan secara mendadak dari Sri Mulyani dan Boediono selaku Gubernur Bank Indonesia waktu itu pada 25 November 2008 atau empat hari setelah Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik.

Saat itu, Kalla mempertanyakan pada Boediono alasan penyertaan modal sementara (PMS) atau dikenal bail out Bank Century. Saat itu, dijawab Boediono PMS dikucurkan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) karena uang di Bank Century diambil oleh pemiliknya sendiri, yaitu Robert Tantular.

Atas alasan itu, Kalla menilai bahwa kasus Bank Century adalah perampokan perbankan secara besar-besaran. Sebab, baik Boediono maupun Sri Mulyani tidak menjelaskan kaitan bail out dan krisis ekonomi saat itu. Kalla juga mengaku baru mengetahui Bank Century ditetapkan sebagai bank gagal berdampak sistemik satu tahun kemudian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Istana Disebut Belum Terima Draf Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Grace dan Juri Jadi Stafsus, Ngabalin Sebut Murni karena Kebutuhan Jokowi

Nasional
Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Revisi UU Kementerian Disetujui, RUU Perampasan Aset Hilang

Nasional
[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com