Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gayus Minta Ketua KY Tak Campuri Langkah Hakim Klarifikasi Suvenir iPod

Kompas.com - 25/03/2014, 14:24 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) Cabang Mahkamah Agung Gayus Lumbuun meminta Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki untuk tidak mencampuri urusan organisasi hakim. Gayus mengatakan, Suparman lebih baik berkonsentrasi menghadapi kasus dugaan korupsi pegawai KY.

Kejaksaan Agung telah menetapkan pegawai KY berinisial AJK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pembayaran uang persidangan dan layanan penyelesaian laporan masyarakat. "Karena kalau dugaan (korupsi AJK) ini terbukti, bagaimana KY akan layak melakukan pengawasan eksternal?" kata Gayus melalui siaran pers yang diterima wartawan, Selasa (25/3/2014).

Pernyataan ini merupakan tanggapan Gayus atas pernyataan Suparman, yang menilai Ikahi telah berlebihan karena menyambangi Gedung KPK untuk mengonfirmasikan pemberian peranti iPod pada resepsi anak Sekretaris MA Nurhadi. Suparman menilai langkah Ikahi tersebut tidak perlu dilakukan. Menurut Suparman, hakim MA sedianya langsung saja mengutus stafnya untuk melaporkan iPod itu kepada KPK.

Gayus menilai Suparman melihat masalah iPod ini dengan "kacamata kuda". Menurutnya, pemberian iPod ini tidak dapat ditanggapi hanya dengan melihat ketentuan undang-undang, tetapi juga perlu diklarifikasikan kepada KPK selaku pihak yang berwenang menjalankan undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Mendatangi KPK merupakan keputusan rapat Ikahi Cabang MA agar hakim-hakim di lingkungan MA yang menerima suvenir iPod mendapatkan kepastian tentang hal tersebut, apakah bentuk gratifikasi yang dilarang atau tidak," ujarnya.

Gayus menilai bahwa tidak efisien jika para hakim penerima iPod melaporkan kepada KPK suvenir itu secara sendiri-sendiri. Menurut Gayus, hakim yang menerima iPod tersebut jumlahnya ratusan. Oleh karena itu, menurut Gayus, Ikahi memutuskan agar pelaporan iPod di lingkungan MA dibuat secara kolektif.

"Mengembalikan suvenir kepada pemberi tanpa dasar merupakan hal tidak etis sebelum ada kepastian dari yang berwenang (KPK). Sementara menyerahkan masing-masing penerima kepada KPK merupakan tindakan tidak efisien dan bodoh karena jumlah penerima di kalangan hakim ratusan," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Eks Bawahan SYL Mengaku Beri Tip untuk Anggota Paspampres Jokowi

Nasional
Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Jokowi Harap Presiden Baru Tuntaskan Pengiriman Alkes ke RS Sasaran

Nasional
Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Pakar Hukum Sebut Kecil Kemungkinan Gugatan PDI-P ke KPU Dikabulkan PTUN

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Gratifikasi Rp 650 Juta bersama Pengacara

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Pengamat: Siapa Pun yang Jadi Benalu Presiden

Nasional
Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Syarat Usia Masuk TK, SD, SMP, dan SMA di PPDB 2024

Nasional
Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Jokowi Sebut Semua Negara Takuti 3 Hal, Salah Satunya Harga Minyak

Nasional
Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Demokrat Anggap SBY dan Jokowi Dukung “Presidential Club”, tetapi Megawati Butuh Pendekatan

Nasional
Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Demokrat Bilang SBY Sambut Baik Ide “Presidential Club” Prabowo

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com