Menurut Johan, kesembilan orang yang melaporkan iPod tersebut adalah Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, seorang hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, seorang pejabat Dinas Pemuda dan Olahraga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dua orang dari lingkungan MA, dua orang dari Ombudsman, serta seorang dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Sebelumnya, Johan mengimbau para penyelenggara negara atau pejabat yang menerima iPod tersebut untuk melaporkannya kepada KPK. Menurut undang-undang, kata Johan, tidak ada batasan nilai hadiah atau pemberian yang harus dilaporkan kepada KPK.
"Mengacu pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan mengacu pada Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK, setiap hadiah harus dilaporkan kepada KPK, di undang-undang tidak ada batasan nilai, hadiah, dalam bentuk apapun," katanya.
Kendati demikian, menurut Johan, tidak ada sanksi yang diatur dalam undang-undang bagi mereka yang tidak melaporkan kepada KPK pemberian hadiah atau janji. Penerimaan hadiah atau janji yang tidak dilaporkan, katanya, tidak serta merta dapat dipidana. KPK baru bisa mengusut penerimaan hadiah tersebut jika ada pihak ketiga yang melaporkan adanya indikasi suap berkaitan dengan hadiah yang diterima si pejabat/penyelenggara negara.
Terkait dengan penerimaan iPod ini, Ketua Ikatan Hakim Indonesia Cabang MA Gayus Lumbuun menyambangi Gedung KPK untuk berdiskusi. Gayus mengaku tidak setuju iPod itu disebut gratifikasi karena nilainya menurut Gayus, di bawah Rp 500.000. Kendati demikian, kata Gayus, hakim di lingkungan MA akan melaporkan iPod tersebut kepada KPK secara kolektif.