Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Tantangan Jokowi jika Jadi Presiden Nanti

Kompas.com - 23/03/2014, 14:06 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Ada sejumlah tantangan yang harus dihadapi Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) jika terpilih menjadi presiden 2014-2019. Akademisi dari Universitas Al Azhar, Ziyad Al Falahi, mengatakan, tantangan pertama yang akan dihadapi Jokowi jika jadi presiden nanti adalah kisruh pemilu.

Ziyad mempertanyakan pengalaman Jokowi dalam menghadapi kemungkinan terjadinya kekacauan setelah pemilu.

"Ini masalah keamanan, apalagi kalau nanti ada banyak partai yang enggak lolos karena parliementary threshold, pemilu akan kisruh. Apakah Jokowi punya pengalaman mengatasi konflik yang besar? Saya belum lihat Jokowi menghadapi situasi chaos," kata Ziyad di Jakarta, Minggu (23/3/2014).

Tantangan kedua, kata Ziyad, mengenai bagaimana Jokowi nantinya memimpin Indonesia menghadapi ASEAN Community 2015. Memasuki 2015, terbuka pasar bebas Asia Tenggara sehingga produk lokal harus bersaing dengan produk negara-negara Asia Tenggara lainnya.

"Ini juga jadi tantangan presiden baru terpilih. Pasar Tanah Abang bukan hanya dihuni Jawa, Batak, tapi juga Thailand, Vitenam. Tidak semudah sekarang mengelola Pasar Tanah Abang," katanya.

Tantangan ketiga, lanjutnya, bagaimana Jokowi nanti menghadapi konflik internasional. Ziyad mempertanyakan visi dan misi Jokowi menghadapi isu internasional yang selama ini belum pernah dilakukannya.

Keempat, menurut Ziyad, tantangan dalam menghadapi separatisme dan terorisme. Ziyad menilai, Jokowi belum berpengalaman menghadapi situasi di wilayah Timur Indonesia. "Jokowi hanya ngetop di Barat, tapi belum tentu di Timur. Padahal, wilayah itu bagian dari NKRI yang juga harus dipertahankan," ucapnya.

Oleh karena itu, lanjut Ziyad, diperlukan tokoh yang lebih berpengalaman sebagai pendamping Jokowi untuk menghadapi tantangan-tantangan di atas. Ziyad juga berpendapat, Jokowi perlu mewaspadai pemerintahannya nanti disusupi gerbong-gerbong oportunis yang mendukungnya pada akhir-akhir saja karena melihat popularitas Jokowi.

"Karena dalam waktu singkat, ada proses jaringan dan kaderisasi yang tidak berjalan mulus. Jokowi popularitasnya dari 5, 10, 50, orang masuk tim saya misalnya, ini tim yang oportunis, pendompleng, tidak sejak awal mendukung," tutur Ziyad.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com