Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisakah Ormas Pungut Biaya Sertifikasi Halal?

Kompas.com - 03/03/2014, 19:02 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Sertifikasi halal masih menjadi rebutan antara Kementerian Agama dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kementerian Agama menginginkan agar sertikasi halal dikeluarkan oleh kementerian. Namun, MUI menginginkan sistem yang ada saat ini tetap berjalan.

Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, sertifikasi halal seharusnya masuk kewenangan pemerintah. Suryadharma memprotes organisasi masyarakat memungut biaya ke perusahaan tanpa ada dasar hukumnya.

"Pemerintah itu kan pelaksana undang-undang, tidak ada ormas sebagai pelaksana undang-undang. Karena sertifikasi halal itu berkaitan dengan hukum, maka otoritas pelaksananya harus ada pada pemerintah," ujar Suryadharma Ali di kantor Presiden beberapa waktu lalu.

Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengatakan, jika kewenangan sertifikasi halal ada pada pemerintah, maka Kemenag akan tetap menetapkan tarif kepada perusahaan-perusahaan. Akan tetapi, biaya sertifikasi ini akan masuk sebagai pendapatan negara bukan pajak (PNBP).

Sementara itu, MUI meminta agar sertifikasi halal dilakukannya sebagai pihak yang berwenang mengeluarkan fatwa. Selama ini, sertifikasi halal memang dilakukan MUI dengan menetapkan tarif sebesar Rp 1 juta hingga Rp 5 juta untuk perusahaan menengah ke atas dan Rp 0-Rp 2,5 juta untuk perusahaan kecil-menengah. Jumlah itu cukup besar mengingat Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika MUI telah menerima 300 permohonan sertifikasi halal setiap bulan. Persoalan pungutan biaya sertifikasi ini ternyata tak pernah dilaporkan ke Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat dan Kementerian Agama.

Bisakah sebenarnya sebuah ormas menarik sejumlah biaya dari masyarakat? Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi yang menjadi pengawas ormas enggan berbicara. "Bukan ranah saya. Karena itu khusus sertifikasi, lebih baik itu ditanyakan ke Menteri Agama," kata Gamawan.

Dalam Pasal 37 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, disebutkan bahwa keuangan ormas dapat bersumber dari iuran anggota, bantuan/sumbangan masyarakat, hasil usaha ormas, bantuan/sumbangan dari orang asing atau lembaga asing, kegiatan lain yang sah menurut hukum, dan/atau anggaran pendapatan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan belanja daerah. Seluruh sumber dana itu harus dikelola secara transparan dan akuntabel.

Dalam hal ormas yang mendapatkan dana dari bantuan masyarakat, ormas wajib mengumumkan laporan keuangan kepada publik secara berkala. Adapun jika ormas tersebut mendapatkan dana dari hasil usahanya, maka akan diatur dengan peraturan perundang-undangan yang akan dibuat berikutnya.

Masih menjadi perdebatan tentang boleh dan tidaknya MUI menetapkan tarif tersebut. Bagi Suryadharma, hal ini tidak menjadi masalah meski pemerintah tak mendapatkan apa pun dari hasil pemunguatan biaya sertifikasi halal. "Aturannya saja enggak ada," kata Suryadhama.

Suryadharma mengibaratkan MUI sebagai rumah sakit swasta, yang mengeluarkan dana untuk investasi pembelian alat dan pembiayaan ahli yang diterjunkan dalam proses pemberian sertifikasi halal. Atas dasar itu, tidak ada kewajiban bagi MUI untuk melaporkan pendapatannya dari proses tersebut.

Anggota Komisi VIII DPR, Hasrul Azwar, mengatakan bahwa MUI tidak pernah melaporkan pendapatan pemberian sertifikasi halal. Padahal, pendapatan dari pemberian sertifikasi halal masuk ke kantong MUI dan tak dialihkan ke kas negara melalui pendapatan negara bukan pajak (PNBP). "Enggak ada, belum pernah melaporkan dan (pendapatan) itu ke kantong MUI," kata Hasrul di kompleks Gedung Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (27/2/2014).

Hasrul menjelaskan, pendapatan dari pemberian sertifikasi halal seharusnya dikontrol ketat dan dimasukkan ke dalam kas negara. Hal ini merupakan salah satu semangat dalam Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal yang masih terus dibahas di Komisi VIII.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

554 Kloter Jemaah Haji Reguler Sudah Kantongi Visa, Siap Berangkat Mulai 12 Mei

Nasional
Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Anggap Wajar Prabowo Wacanakan 41 Kementerian, Demokrat: Untuk Respons Tantangan Bangsa

Nasional
PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com