Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Temukan Lima Titik Rawan Korupsi Pengelolaan JKN oleh BPJS

Kompas.com - 11/02/2014, 15:01 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan lima titik rawan korupsi terkait pengelolaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) bidang kesehatan. Lima titik rawan korupsi tersebut berada pada investasi dana BPJS selaku badan, investasi dana jaminan sosial, potensi korupsi saat pengalihan aset, potensi korupsi penggunaan dana operasional, dan potensi korupsi saat pembayaran fasilitas kesehatan.

"Yang kami tangkap, ada lima titik. Investasi dana badan itu, investasi dana jaminan sosial, potensi korupsi saat pengalihan aset, potensi korupsi penggunaan dana operasional, potensi korupsi saat pembayaran di fasilitas kesehatan. Kami berterima kasih kepada KPK yang mengingatkan kami karena mencegah itu lebih baik daripada mengobati," kata Kepala BPJS Fahmi Idris, dalam jumpa pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (11/2/2014).

Hadir pula dalam jumpa pers tersebut, Wakil Ketua KPK Adnan Pandu Praja, Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Firdaus Djaelani, dan Wakil Menteri Kesehatan Ali Ghufron.

Adnan mengatakan, KPK menemukan potensi korupsi terkait dengan rangkap jabatan yang mungkin timbul setelah badan penyelenggara jaminan kesehatan melebur dalam BPJS.

Selain itu, kata Adnan, ada potensi tumpang tindih pengawasan antara Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kedua lembaga itu ditunjuk sebagai pengawas eksternal pengelolaan JKN oleh BPJS.

"Agar tidak terjadi tumpang tindih pengawasan, KPK berharap bisa mengawal BPJS karena ada 'kue' yang cukup besar, Rp 40 triliun dikelola BPJS setiap tahunnya. Ini untuk masyarakat, tapi berpotensi dinikmati orang-orang yang tidak berkepentingan," kata Adnan.

Dia juga mengingatkan, suatu sistem bisa saja berpotensi korupsi, sekalipun diciptakan oleh negara maju seperti Amerika Serikat. "Sebagai perbandingan, Amerika Serikat, negara yang IPK (indeks persepsi korupsi)-nya lebih dari Indonesia, TI nya baik, setiap tahun potensi fraudnya 10 persen atau sekitar 4,2 miliar dollar. Karena itu, untuk menghindari seperti itu, kita mengawal BPJS," sambung Adnan.

Sementara itu, Fahmi mengklaim bahwa BPJS kesehatan telah memiliki sistem yang bekerja dengan baik meskipun baru dibentuk. BPJS bidang kesehatan mulai diberlakukan pada 1 Januari 2014. Jika ada potensi korupsi, kata Fahmi, dewan pengawasan internal BPJS kesehatan siap turun untuk memeriksanya. Ditambah lagi pengawasan eksternal dari OJK dan DJSN.

"Kita punya satuan pengawas internal, manajemen risiko, menejemen mutu, intinya sudah tertata. Kami pun memiliki dewan pengawas internal, dengan KPK kami berharap dibimbing agar tidak salah jalan," katanya.

Mengenai kemungkinan tumpang tindih pengawasan eksternal antara OJK dan DJSN, Firdaus angkat bicara. Komisioer OJK itu mengatakan bahwa pihaknya telah menandatangani nota kesepahaman dengan DJSN yang membagi-bagi bidang pengawasan.

"Kalau OJK lebih pada bagaimana tingkat kesehatan keuangan BPJS, bagaimana menjalankan programnya, manajemen risikonya kayak apa, potensi sistemiknya kayak apa," kata Firdaus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Kasus BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Nasional
Kemensos Gelar Baksos di Sumba Timur, Sasar ODGJ, Penyandag Kusta dan Katarak, hingga Disabilitas

Kemensos Gelar Baksos di Sumba Timur, Sasar ODGJ, Penyandag Kusta dan Katarak, hingga Disabilitas

Nasional
Nadiem Tegaskan Kenaikan UKT Hanya Berlaku Bagi Mahasiswa Baru

Nadiem Tegaskan Kenaikan UKT Hanya Berlaku Bagi Mahasiswa Baru

Nasional
Eks Penyidik Sebut Nurul Ghufron Seharusnya Malu dan Mengundurkan Diri

Eks Penyidik Sebut Nurul Ghufron Seharusnya Malu dan Mengundurkan Diri

Nasional
Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Jokowi dan Iriana Bagikan Makan Siang untuk Anak-anak Pengungsi Korban Banjir Bandang Sumbar

Nasional
Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Prabowo Beri Atensi Sektor Industri untuk Generasi Z yang Sulit Cari Kerja

Nasional
Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Nasional
Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

Nasional
Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Nasional
Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Nasional
Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat 'Geo Crybernetic'

Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat "Geo Crybernetic"

Nasional
Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com