Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Buruknya Pelayanan Pemerintah Paling Banyak Dibicarakan di Twitter

Kompas.com - 06/02/2014, 17:13 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
— Lembaga eksekutif menjadi lembaga yang paling banyak dibicarakan para pengguna Twitter di Indonesia. Eksekutif banyak dipergunjingkan di jejaring sosial tersebut akibat buruknya pelayanan kepada publik yang diberikan oleh pemerintah pusat hingga perangkat terkecil di bawahnya.

Hal tersebut terungkap dalam penelitian yang dilakukan Pasca-Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina dengan agensi Awesometrics. Penelitian dilakukan dalam kurun waktu November-Desember 2013.

Total perbincangan yang diteliti berjumlah lebih dari 500.000 celoteh yang terdiri dari tweet, retweet, reply, dan favorite yang memiliki keyword terkait obyek penelitian. Hasil penelitian tersebut menunjukkan, lembaga eksekutif paling banyak dibicarakan dengan persentase 44 persen dari total pengguna Twitter di Indonesia.

Sebagai informasi, total pengguna Twitter di Indonesia mencapai 55 juta. Sehingga, total pembicaraan terkait lembaga eksekutif mencapai 221.000 celoteh. Setelah eksekutif, lembaga yudikatif dibicarakan sekitar 145.000 celoteh (29 persen) dan lembaga legislatif dibicarakan 134.000 celoteh (27 persen).

"Celoteh soal eksekutif ini cenderung bernada negatif. Hanya sedikit saja yang nadanya positif," ujar Peneliti Pasca Sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Paramadina, Koesworo Setiawan, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (6/2/2014).

Koesworo memaparkan isu negatif terkait dengan eksekutif paling banyak soal buruknya prosedur (izin dan pelayanan publik), akurasi data (pemilu, Nomor Induk Kependudukan, dan Daftar Pemilih Tetap), ketiadaan dana untuk perlindungan hak dasar, mahalnya akses terhadap pelayanan publik, persoalan korupsi dan percaloan, dan Perppu MK yang dinilai terlambat.

Sedangkan apresiasi positif terhadap lembaga eksekutif di antaranya terkait respons pemerintah terhadap penyadapan oleh Australia. Respons tersebut dinilai tepat oleh publik. Selain itu, soal layanan imigrasi dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Associate Director dari Pasca-Sarjana Universitas Paramadina Abdul Malik Gismar mengatakan, pihaknya memilih Twitter untuk diteliti karena jejaring sosial ini dipercaya mewakili pemikiran publik secara spontan. Pihaknya juga menyaring sejumlah akun yang dianggap akun palsu atau akun berbayar.

"Twitter ini adalah suara langsung, tidak direka, atau direkayasa yang menurut saya menjadi penting karena mewakili apa yang ada di benak publik," kata Malik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com