Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pohan: Disadap, Indonesia Juga Tidak Perlu Gentar terhadap AS

Kompas.com - 20/11/2013, 08:26 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com —
Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ramadhan Pohan mengatakan, sikap tegas pemerintah jangan hanya ditujukan untuk Australia, tetapi juga untuk Amerika Serikat (AS) terkait penyadapan. Menurut Pohan, sebagai negara yang berdaulat, Indonesia tidak perlu gentar terhadap AS.

"Indonesia tidak perlu gentar kepada AS. Mengapa harus gentar? Ingat, kita negara berdaulat. Haram dicurangi dengan penyadapan," kata Pohan saat dihubungi, Selasa (19/11/2013) malam.

Pohan mengatakan, kedaulatan Indonesia diperoleh bukan karena diberikan oleh Belanda atau Jepang, melainkan direbut melalui darah dan nyawa. Dengan demikian, Indonesia sudah sepantasnya bersikap marah terhadap aksi penyadapan yang melecehkan kedaulatan negara.

Jika AS benar melakukan penyadapan, menurut politisi Partai Demokrat itu, maka Indonesia  perlu menuntut AS untuk meminta maaf. Apabila Presiden AS Barrack Obama bersikeras tidak merespons tuntutan tersebut, ia menyetujui penarikan pejabat Kedutaan Besar RI di AS seperti menarik Duta Besar Indonesia untuk Australia, Nadjib Riphat Kesoema.

Pohan juga memberikan opsi yang lebih tegas terkait penyadapan yang dilakukan kedua negara tersebut. Langkah pengurangan diplomat AS, katanya, dinilai layak dilakukan. Bila perlu dilakukan pengusiran terhadap para diplomat tersebut. Ia menilai, baik AS maupun Australia hanya bersandiwara menganggap Indonesia sebagai mitra strategis.

"Sandiwara saja itu jika AS dan Australia menganggap RI sahabat dan mitra strategis. Di belakang kita, mereka justru dusta dan menista," pungkasnya.

Seperti diberitakan, hubungan Indonesia dan Australia kembali memanas setelah media Australia dan Inggris memuat dokumen rahasia yang dibocorkan mantan pegawai kontrak Badan Keamanan Nasional AS (NSA), Edward Snowden. Dalam dokumen itu terungkap bahwa dinas intelijen Australia, DSD, telah menyadap telepon seluler para pejabat tinggi Indonesia, termasuk Presiden dan Ny Ani Yudhoyono pada Agustus 2009.

Sejumlah kerja sama antara Indonesia dan Australia mulai dari bidang keamanan sampai perdagangan akan ditinjau kembali, bahkan diputus jika perlu, sebagai respons atas skandal penyadapan dan sikap Pemerintah Australia yang terkesan meremehkan masalah ini.

Di tengah maraknya desakan agar Australia meminta maaf atas skandal penyadapan tersebut, PM Abbott bergeming. Dalam pidatonya di depan Parlemen Australia di Canberra, Selasa, Abbott menegaskan tak akan meminta maaf kepada Indonesia.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengungkapkan kemarahan akan sikap Pemerintah Australia, terutama Perdana Menteri Tony Abbott, yang terkesan meremehkan penyadapan skandal ini melalui Twitter, Selasa (19/11/2013). Dengan bahasa Inggris, Presiden menyatakan, ”Saya juga menyesalkan pernyataan Perdana Menteri Australia yang meremehkan soal penyadapan atas Indonesia ini tanpa rasa penyesalan.”

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

Nasional
Jokowi Ingin TNI Pakai 'Drone', Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan 'Drone AI'

Jokowi Ingin TNI Pakai "Drone", Guru Besar UI Sebut Indonesia Bisa Kembangkan "Drone AI"

Nasional
Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Komisi X DPR RI Bakal Panggil Nadiem Makarim Imbas Kenaikan UKT

Nasional
Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Jawab Kebutuhan dan Tantangan Bisnis, Pertamina Luncurkan Competency Development Program

Nasional
Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Kemenag: Jemaah Haji Tanpa Visa Resmi Terancam Denda 10.000 Real hingga Dideportasi

Nasional
Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Hari Ke-6 Pemberangkatan Haji, 41.189 Jemaah Asal Indonesia Tiba di Madinah

Nasional
UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

UKT Naik Bukan Sekadar karena Status PTNBH, Pengamat: Tanggung Jawab Pemerintah Memang Minim

Nasional
Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Di APEC, Mendag Zulhas Ajak Jepang Perkuat Industri Mobil Listrik di Indonesia

Nasional
Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Biaya UKT Naik, Pengamat Singgung Bantuan Pendidikan Tinggi Lebih Kecil dari Bansos

Nasional
Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Penuhi Kebutuhan Daging Sapi Nasional, Mendag Zulhas Dorong Kerja Sama dengan Selandia Baru

Nasional
UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

UKT Naik, Pengamat: Jangan Sampai Mahasiswa Demo di Mana-mana, Pemerintah Diam Saja

Nasional
Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Profil Mayjen Dian Andriani, Jenderal Bintang 2 Perempuan Pertama TNI AD

Nasional
Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Status Gunung Ibu di Halmahera Meningkat, Warga Dilarang Beraktivitas hingga Radius 7 Kilometer

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com