Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 01/11/2013, 08:31 WIB

 


JAKARTA, KOMPAS —
Jumat (1/11) siang ini, Mahkamah Konstitusi akan menggelar pemilihan Ketua MK yang akan menjabat selama tiga tahun ke depan.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, dua hakim konstitusi, yaitu Hamdan Zoelva dan Arief Hidayat, akan meramaikan kontestasi. Sementara itu, Patrialis Akbar, yang semula disebut-sebut akan maju, telah menegaskan kepada Kompas tidak akan bersaing dengan hakim lain untuk memperebutkan kursi ketua.

Pemilihan ini akan dilakukan setelah Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengadili perkara dugaan pelanggaran etik Ketua MK (nonaktif) Akil Mochtar mengumumkan putusannya.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menyarankan agar pemilihan Ketua MK ditunda. Ini mengingat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2013, yang seharusnya digunakan sebagai pedoman penggantian Ketua MK, belum disetujui DPR.

Politikus Partai Amanat Nasional itu berpendapat, perppu tersebut merupakan pedoman untuk mengisi kekosongan kekuasaan Ketua MK setelah penangkapan Akil Mochtar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Sementara perppu itu sama sekali belum dibahas DPR.

”Itu artinya, pedoman terbarunya belum ada. Karena itu, sebaiknya pemilihan Ketua MK ditunda dulu, sambil menunggu pembahasan perppu di DPR,” ujarnya.

Namun, sampai saat ini, DPR belum menerima Perppu tentang MK yang dikeluarkan pemerintah. Padahal, DPR berharap perppu itu sudah diterima DPR sebelum Masa Persidangan I Tahun Sidang 2013-2014 berakhir. Dengan demikian, DPR bisa langsung membahas Perppu MK.

”Sekarang, kan, sudah reses, tidak mungkin membahas. Pembahasan, paling mungkin, baru dilakukan pertengahan November,” katanya.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menandatangani Perppu MK ini pada 17 Oktober, menyusul penangkapan Akil Mochtar karena dugaan korupsi.

MK tak acuh perppu

Sejauh ini, MK memang belum menjadikan Perppu No 1/2013 sebagai acuan. Perppu itu, misalnya, memerintahkan MK membentuk Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi bersama Komisi Yudisial (KY).

Namun, MK malah membentuk Dewan Etik, pengawas internal yang berfungsi mencegah pelanggaran etik oleh hakim konstitusi.

Rabu (30/10), MK sudah menunjuk panitia seleksi untuk mencari anggota Dewan Etik. Mereka adalah Laica Marzuki, Azyumardi Azra, dan Saldi Isra. Panitia seleksi memiliki masa kerja selama 30 hari untuk mencari orang atau tokoh yang dianggap layak mengawasi dan menjadi tempat konsultasi para negarawan penjaga konstitusi.

KY mempertanyakan keseriusan MK untuk melaksanakan amanat Perppu No 1/2013. Menurut Ketua KY Suparman Marzuki, pihaknya baru akan memulai pembicaraan dengan MK soal tindak lanjut Perppu No 1/2013 pada minggu depan.

Manuver politik

Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Fajrul Falaakh, menilai pembentukan Dewan Etik oleh MK itu sebagai manuver politik yang tidak cantik. ”Kalau mau main cantik, MK bisa saja pura-pura ajak KY,” ujarnya.

Fajrul meminta ketiga tokoh itu tidak mengikuti permainan MK tersebut. Panitia seleksi juga jangan bekerja dahulu sebelum nasib Perppu MK jelas.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin mengharapkan langkah MK juga tidak memicu persoalan baru. Dia berharap MK menjadikan Perppu No 1/2013 sebagai acuan. ”Jangan ada langkah-langkah MK yang justru melemahkan Perppu MK,” kata Amir.

Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, Azyumardi Azra menyatakan siap menjadi panitia seleksi anggota Dewan Etik MK. Demikian juga dengan Laica Marzuki. Sebagai panitia seleksi, mereka akan berupaya memilih anggota Dewan Etik yang mampu memulihkan marwah dan martabat MK di kalbu pencari keadilan di negeri ini. (ANA/RYO/EKI/NTA/IAM/OSA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Tokoh Pers Salim Said Meninggal Dunia

Nasional
Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

Nasional
Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

Nasional
Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

Nasional
15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

Nasional
Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

Nasional
Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

Nasional
Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

Nasional
Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

Nasional
9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

Nasional
Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

Nasional
Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

Nasional
Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

Nasional
Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

Nasional
Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com