Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kurangi "Main Mata", Hakim Konstitusi Jangan Lagi Orang Parpol

Kompas.com - 04/10/2013, 10:20 WIB
Sandro Gatra

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
— Kasus dugaan korupsi Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar diminta dijadikan refleksi terhadap proses rekrutmen hakim konstitusi. Sebaiknya, MK jangan lagi diisi dari kalangan partai politik.

"Bukan berarti orang parpol tidak ada yang baik, tapi mengurangi potensi 'main mata' antara hakim MK dengan pihak bersengketa dalam hal pemilukada," kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon, di Jakarta, Jumat (4/10/2013).

Fadli mengatakan, sengketa yang selama ini masuk ke MK kebanyakan dari parpol. Untuk itu, kata dia, ke depan harus dihindari konflik kepentingan antara hakim dan parpol. Menurutnya, hakim bakal loyal pada parpol yang pernah ditempatinya.

KOMPAS.com/Indra Akuntono Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon

"Proses seleksi yang transparan diharapkan menghasilkan hakim konstitusi berintegritas. Sadar akan tugas dan tanggung jawabnya untuk menjaga dan menjunjung tinggi marwah MK sebagai pengawal konstitusi. Bukan justru menjadi pengawal golongan atau kerabat politiknya," paparnya.

Seperti diketahui, Akil merupakan mantan politisi Partai Golkar. Akil berada di MK sudah dalam periode kedua setelah Komisi III DPR sepakat memperpanjang masa jabatannya. Akil adalah wakil dari DPR.

Kritikan semakin banyaknya hakim konstitusi yang berlatar belakang politisi muncul setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuk Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi. Sebelumnya, Patrialis, yang pernah menjabat Menteri Hukum dan HAM, menjadi anggota DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional.

Saat ini, hakim konsitusi berlatar belakang politisi, yakni Hamdan Zoelva. Dia pernah menjadi anggota DPR dari Fraksi Bulan Bintang. Terakhir, Harjono pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dari Utusan Daerah yang kemudian bergabung dengan Fraksi PDI Perjuangan.

Akil tertangkap tangan di rumah dinasnya di Kompleks Widya Chandra, Jakarta Selatan, bersama anggota DPR dari Fraksi Partai Golkar, Chairun Nisa; calon petahana Pilkada Gunung Mas, Kalimantan Tengah, Hambit Bintih; dan pengusaha asal Palangkaraya, Cornelis Nalau.

Akil yang sudah ditetapkan sebagai tersangka ditangkap setelah ada penyerahan uang dari Chairun dan Cornelis sebanyak 284.040 dollar Singapura dan 22.000 dollar AS. Suap itu merupakan pemberian dari Hambit yang tengah beperkara dalam sengketa pemilu kepala daerah di MK.

Belakangan, Akil juga disangka melakukan korupsi dalam penanganan Pilkada Kabupaten Lebak, Banten. Akil membantah semua tuduhan itu. Akil mengaku tak mengenal orang yang mendatangi rumahnya saat KPK melakukan operasi tangkap tangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

PAN Gelar Rakornas Pilkada Serentak, Prabowo Subianto Bakal Hadir

Nasional
KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

KPK Ancam Pidanakan Pihak yang Halangi Penyidikan TPPU Gubernur Malut

Nasional
KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

KPK Sita Aset Gubernur Malut Rp 15 Miliar dari Nilai TPPU Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada 'Abuse of Power'

Mantu Jokowi Akan Maju Pilkada Sumut, PDI-P Singgung Jangan Ada "Abuse of Power"

Nasional
Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Menantu Jokowi Bakal Maju Pilkada Sumut, PDI-P: Jangan Terjadi Intervensi

Nasional
Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Isu Tambah Kementerian dan Bayang-bayang Penambahan Beban Anggaran

Nasional
Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Eks Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin Mangkir dari Panggilan KPK

Nasional
Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Kementan Era SYL Diduga Beri Auditor BPK Rp 5 Miliar demi Opini WTP, Anggota DPR: Memalukan

Nasional
Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Sekjen DPR Indra Iskandar Minta KPK Tunda Pemeriksaan

Nasional
Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Pansel Capim KPK Masih Digodok, Komposisinya 5 Unsur Pemerintah dan 4 Wakil Masyarakat

Nasional
Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Bukan Pengurus Pusat PDI-P, Ganjar Disarankan Bikin Ormas agar Tetap Eksis di Politik

Nasional
Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Korlantas Polri Kerahkan 1.530 Personel BKO untuk Agenda World Water Forum Bali

Nasional
Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Program Deradikalisasi BNPT Diapresiasi Selandia Baru

Nasional
Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Kirim Surat Tilang Lewat WA Disetop Sementara, Kembali Pakai Pos

Nasional
Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Polri Setop Sementara Kirim Surat Tilang Lewat WhatsApp, Bakal Evaluasi Lebih Dulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com