Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Proses Rekrutmen Politik, "Neneknya" Korupsi

Kompas.com - 05/09/2013, 10:18 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Korupsi politik didapuk sebagai sumber dari semua persoalan korupsi yang ada di Indonesia. Sementara itu, proses rekrutmen politik diyakini sebagai sumber persoalan korupsi politik. Maka dari itu, disimpulkan bahwa persoalan korupsi di Indonesia berpangkal dari proses rekrutmen politik yang salah.

"Jadi, ibaratnya kalau korupsi politik itu adalah 'ibunya' korupsi, maka rekrutmen politik adalah 'neneknya' korupsi," kata anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat, Budiman Sudjatmiko, di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi Jakarta, Rabu (4/9/2013), seusai diskusi dengan KPK dan peneliti Centre for Strategic and International Studies J Kristiadi tentang korupsi politik.

Dia mengatakan, rekrutmen politik yang salah dan tidak transparan cenderung mengakibatkan semakin suburnya tindak pidana korupsi, seperti dalam pemilihan kepala daerah atau anggota legislatif.

"Misalnya untuk mendapatkan rekomendasi, dia membayar berapa miliar entah itu untuk menjadi kepala daerah maupun untuk menjadi anggota legislatif," ujarnya.

Praktik tidak halal ini, lanjutnya, cenderung terjadi karena struktur kelembagaan rekrutmen politik yang tidak transparan. Dengan demikian, anggota legislatif atau kepala daerah yang terpilih melalui proses rekrutmen yang keliru tersebut nantinya cenderung mencari uang untuk mengganti biaya yang dikeluarkannya saat proses seleksi melalui cara yang koruptif.

"Berkorupsi untuk mengganti biaya yang pernah dikeluarkan waktu dia mendapatkan rekomendasi dalam sebuah jabatan politik," ucap Budiman.

Politikus PDI Perjuangan ini juga mengakui, pembenahan rekrutmen politik belum dilakukan maksimal oleh partai politik. Masih saja ada celah yang dimanfaatkan untuk menjadikan proses rekrutmen ini sebagai ajang bisnis.

"Setiap partai ada lubang-lubang seperti itu," tambahnya.

Untuk mengatasi masalah tersebut, menurut Budiman, solusinya adalah melalui reformasi kepartaian dan reformasi pemilihan umum. Budiman mengapresiasi langkah Komisi Pemilihan Umum yang menekan biaya kampanye dengan membatasi alat peraga dalam berkampanye.

"Karena salah satu sebab korupsi politik adalah biaya pemilu. Biaya pemilihan yang mahal dalam perekrutan sampai biaya kampanye. Salah satu yang bisa membatasi itu adalah pembatasan alat peraga oleh KPU. Itu bisa menekan biaya pemilu," ungkapnya.

Selain itu, menurut Budiman, diperlukan proses seleksi ketat untuk menjadi anggota suatu partai politik, apalagi menjadi caleg dari partai tertentu. Pasalnya, selama ini proses seleksi internal partai belum ketat.

"Diakui saat ini untuk menjadi anggota partai itu sama seperti masuk fitnes. Padahal, dulu zaman Bung Karno, untuk menjadi anggota partai itu ada masa percobaan selama sebulan. Jadi, tidak bisa langsung masuk ke partai sebagai anggota partai dan tiba-tiba langsung menjadi anggota legislatif," tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Gugatan Praperadilan Sekjen DPR Lawan KPK Digelar 27 Mei 2024

Nasional
Penambahan Jumlah Kementerian dan Hak Prerogatif Presiden

Penambahan Jumlah Kementerian dan Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Saat Anies 'Dipalak' Bocil yang Minta Lapangan Bola di Muara Baru...

Saat Anies "Dipalak" Bocil yang Minta Lapangan Bola di Muara Baru...

Nasional
Anies Kini Blak-blakkan Serius Maju Pilkada Jakarta, Siapa Mau Dukung?

Anies Kini Blak-blakkan Serius Maju Pilkada Jakarta, Siapa Mau Dukung?

Nasional
Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Persoalkan Penetapan Tersangka, Gus Muhdlor Kembali Gugat KPK

Nasional
Anies ke Warga Jakarta: Rindu Saya Enggak? Saya Juga Kangen, Pengen Balik ke Sini...

Anies ke Warga Jakarta: Rindu Saya Enggak? Saya Juga Kangen, Pengen Balik ke Sini...

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Titip 4 Nama ke Kabinet Prabowo | Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

[POPULER NASIONAL] Jokowi Titip 4 Nama ke Kabinet Prabowo | Suara Megawati dan Puan Disinyalir Berbeda

Nasional
Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Bamsoet Sebut Golkar Siapkan Karpet Merah jika Jokowi dan Gibran Ingin Gabung

Nasional
ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

ICW Desak KPK Panggil Keluarga SYL, Usut Dugaan Terlibat Korupsi

Nasional
Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Jokowi Masih Godok Susunan Anggota Pansel Capim KPK

Nasional
Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Bamsoet Ingin Bentuk Forum Pertemukan Prabowo dengan Presiden Sebelumnya

Nasional
Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di 'Gala Dinner' KTT WWF

Senyum Jokowi dan Puan saat Jumpa di "Gala Dinner" KTT WWF

Nasional
ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta 'Money Politics' Dilegalkan

ICW Minta MKD Tegur Hugua, Anggota DPR yang Minta "Money Politics" Dilegalkan

Nasional
Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum 'Gala Dinner' WWF di Bali

Momen Jokowi Bertemu Puan sebelum "Gala Dinner" WWF di Bali

Nasional
Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Anak SYL Percantik Diri Diduga Pakai Uang Korupsi, Formappi: Wajah Buruk DPR

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com