Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SYL Menangis Saat Baca Pleidoi, Sebut Rumahnya di Makassar BTN dan Selalu Kebanjiran

Kompas.com - 05/07/2024, 16:00 WIB
Syakirun Ni'am,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menangis terisak ketika menyebut rumahnya di Makassar, Sulawesi Selatan, kadang masih kebanjiran.

Pernyataan itu SYL sampaikan ketika membacakan pleidoi atau nota pembelaan dalam perkara dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan).

Mulanya, SYL menyatakan bahwa dirinya tidak memiliki niat korupsi. Sebab, jika memiliki niat korupsi, hal itu sudah dilakukan sejak ia menjabat kepala daerah.

Baca juga: Kasus Pemerasan SYL Tak Ada Kejelasan, Firli Bahuri Merasa Tersandera

“Apabila saya memang berniat melakukan itu saya pasti sudah melakukannya sejak dari dulu menjabat di daerah,” kata SYL di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Jumat (5/7/2024).

Adapun SYL menjabat sebagai Bupati Gowa dua periode dan Gubernur Sulawesi Selatan selama dua periode.

Menurutnya, jika ia memang melakukan korupsi selama kariernya sebagai birokrat yang panjang maka kekayaannya sudah sangat banyak.

“Rumah saya kalau banjir masih kebanjiran Bapak, yang di Makassar itu, saya tinggal di BTN,” ujar SYL terisak.

“Saya enggak bisa disogok-sogok orang, Yang Mulia, enggak biasa,” kata SYL terdengar merintih.

SYL mengeklaim, uang yang dia terima selama ini hanya bersumber dari honor dan uang pernjalanan dinas sebagai Menteri Pertanian.

Baca juga: SYL Akan Bacakan Pleidoi Sendiri Hari Ini

Ia juga mengeklaim selalu bertanya kepada ajudannya, Panji Hartanto, dan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan mengenai sumber uang atau barang yang diterima.

Mereka lantas menjawab bahwa uang ataupun pembiayaan yang diterima SYL sudah sesuai aturan yang berlaku.

“Kata khas yang selalu saya ingat, ‘Ini sudah dipertanggungjawabkan, Bapak. Ini sudah menjadi hak menteri, Bapak’,” kata SYL.

“Tidak jadi sembahyang saya, kalau dia tidak sebut itu,” lanjutnya.

Sebelumnya, SYL dituntut 12 tahun penjara dalam kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi di lingkungan Kementan.

Selain pidana badan, eks Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) itu juga dijatuhi pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider pidana enam bulan kurungan.

Baca juga: Baca Pledoi, SYL Minta Dibebaskan dan Tuding Keterangan Mantan Ajudan Fitnah

SYL turut dijatuhi pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti kepada negara sebesar Rp 44.269.777.204 dan 30.000 dollar Amerika Serikat (AS) subsider 4 tahun kurungan.

Jaksa KPK menilai SYL terbukti melanggar Pasal 12 huruf e Juncto Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP sebagaimana dakwaan Pertama.

Pemerasan itu dilakukan bersama-sama dengan dua anak buahnya, yaitu mantan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan mantan Direktur Alat Pertanian Muhammad Hatta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jamaah Islamiyah Bubar, 'Era Bergeser dari Perang Melawan Teror ke Perang Pemikiran Melawan Radikalisme'

Jamaah Islamiyah Bubar, "Era Bergeser dari Perang Melawan Teror ke Perang Pemikiran Melawan Radikalisme"

Nasional
DPR Minta Polri Evaluasi Anggota yang Tangani Kasus Pegi Setiawan

DPR Minta Polri Evaluasi Anggota yang Tangani Kasus Pegi Setiawan

Nasional
Praperadilan Pegi Setiawan Dikabulkan, Kinerja Polri Akan Semakin Diragukan

Praperadilan Pegi Setiawan Dikabulkan, Kinerja Polri Akan Semakin Diragukan

Nasional
PKS Dukung Bobby Nasution di Pilkada Sumut 2024, Wagubnya Terserah

PKS Dukung Bobby Nasution di Pilkada Sumut 2024, Wagubnya Terserah

Nasional
Tambang Emas di Gorontalo Longsor: 11 Orang Tewas, 22 Korban Hilang

Tambang Emas di Gorontalo Longsor: 11 Orang Tewas, 22 Korban Hilang

Nasional
Prabowo: BPK Andalan Kita, Harus Lebih Ketat Mengawasi ke Depannya

Prabowo: BPK Andalan Kita, Harus Lebih Ketat Mengawasi ke Depannya

Nasional
BNPB: 49 Rumah Rusak dan 12 Warga Terluka akibat Gempa di Batang

BNPB: 49 Rumah Rusak dan 12 Warga Terluka akibat Gempa di Batang

Nasional
Jelang Pilkada, Ketua Bawaslu Minta Jajaran Kaji Matang Laporan Pelanggaran ASN

Jelang Pilkada, Ketua Bawaslu Minta Jajaran Kaji Matang Laporan Pelanggaran ASN

Nasional
Di Depan Wartawan, Prabowo Peragakan Gerakan Silat hingga Lari Kecil Sebelum Bertemu Jokowi

Di Depan Wartawan, Prabowo Peragakan Gerakan Silat hingga Lari Kecil Sebelum Bertemu Jokowi

Nasional
Ditanya Wacana Memiskinkan Koruptor, Calon Hakim Agung: Kita Tidak Boleh Mendzolimi Orang

Ditanya Wacana Memiskinkan Koruptor, Calon Hakim Agung: Kita Tidak Boleh Mendzolimi Orang

Nasional
Jamaah Islamiyah Bubar, Aksi Terorisme di Indonesia Berakhir?

Jamaah Islamiyah Bubar, Aksi Terorisme di Indonesia Berakhir?

Nasional
Antisipasi Kemungkinan Terburuk Konflik LCS, TNI Siagakan Kekuatan di Perbatasan Natuna Utara

Antisipasi Kemungkinan Terburuk Konflik LCS, TNI Siagakan Kekuatan di Perbatasan Natuna Utara

Nasional
Penetapan Tersangka Pegi Tidak Sah, Anggota Komisi III Minta Penyidik, Kapolda Jabar hingga Dirkrimum Disanksi

Penetapan Tersangka Pegi Tidak Sah, Anggota Komisi III Minta Penyidik, Kapolda Jabar hingga Dirkrimum Disanksi

Nasional
Jokowi: Untuk Tumbuh Lebih Kompetitif, Kita Harus Lincah dan Taktis

Jokowi: Untuk Tumbuh Lebih Kompetitif, Kita Harus Lincah dan Taktis

Nasional
Jokowi Minta Menteri dan Kepala Lembaga Tindak Lanjuti Rekomendasi BPK

Jokowi Minta Menteri dan Kepala Lembaga Tindak Lanjuti Rekomendasi BPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com