Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Keluarga Sebut Ada Sejumlah Kejanggalan Penanganan Kasus Afif Maulana

Kompas.com - 03/07/2024, 00:00 WIB
Singgih Wiryono,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Indira Suryani mengungkapkan dugaan adanya upaya polisi menghalang-halangi keluarga Afif Maulana (13) yang diduga disiksa oleh aparat kepolisian hingga tewas untuk mencari keadilan.

Dalam pengakuan keluarga, LBH Padang mendapat informasi bahwa polisi di Polsek Kuranji, Kota Padang, yang menangani kasus Afif, meminta agar keluarga tidak menuntut apapun saat melihat jasad Afif.

"Sejak awal ketika keluarga minta melihat mayat Afif Maulana, keluarga diminta menandatangani surat "tidak menuntut apa-apa" itu sudah menjadi modus," ujar Indira yang juga kuasa hukum keluarga Afif, dalam konferensi pers di Jakarta Pusat, Senin (2/7/2024).

Baca juga: LBH Padang Sebut Pernyataan Polisi Berubah-ubah soal Kasus Afif Maulana

Polsek Kuranji, kata dia juga meminta agar keluarga tidak membesar-besarkan kematian Afif, karena polisi menyebut Afif tewas sebagai pelaku tawuran.

"Lalu dibilang, keluarga diminta (diinformasikan) anaknya ini pelaku tawuran, ini meninggal karena tawuran, langsung di-framing. (keluarga diminta) jangan diangkat ini karena ini aib, pembicaraan itu berulang-ulang sejak di Polsek Kuranji," imbuh Indira.

Upaya penghalang-halangan keluarga untuk mengungkap kasus ini juga semakin tercium ketika polisi justru tidak menginginkan jasad Afif diotopsi.

Namun keluarga Afif bersikukuh agar jasad anak berusia 13 tahun ini diotopsi untuk mencari titik terang penyebab kematiannya.

"Berikutnya ketika sepakat otopsi, dikatakan ke keluarga bahwa otopsinya di (RS) Bhayangkara saja, RS polisi ya, jangan di (RS) M Jamil karena berbayar, kalau di Bhayangkara gratis," ujar Indira.

Baca juga: Tak Percaya Polisi, Keluarga Afif Maulana Minta Ekshumasi dan Otopsi Ulang

Proses otopsi pun terasa janggal, karena tidak ada keluarga Afif yang diperkenankan menyaksikan proses itu secara transparan.

Bahkan keluarga dilarang untuk memandikan jenazah Afif. Polisi meminta agar petugas di RS Bhayangkara Kota Padang yang mengambil alih tugas keluarga itu.

"Jadi diminta pihak RS yang harus memandikan dan harus mengafani. Jadi ditinggalkan wajahnya, silakan lihat wajahnya saja gitu," kata Indira.


"Keluarga juga diwanti-wanti untuk tidak memfoto kondisi tubuh korban tadi. Serangkaian kejanggalan ini lah yang membuat kami sangat yakin dan percaya afif maulana tidak melompat, tidak terpeleset dari jembatan, dia disiksa dan mayatnya diturunkan di bawah jembatan," tandas Indira.

Diberitakan sebelumnya, polisi menemukan jenazah Afif pada Minggu (9/6/2024).

Sebelum tewas, AM berada di jembatan Kuranji yang saat itu diduga sedang terjadi aksi tawuran.

Berdasarkan hasil investigasi LBH Padang, Afif diduga dianiaya sebelum tewas dengan bukti luka-luka lebam di tubuh korban.

Baca juga: Rekaman CCTV di Polsek Tempat Afif Dianiaya Sudah Hilang, Anggota DPR: Siber Mabes Polri Bisa Lakukan Upaya

Sementara itu, Kapolda Sumatera Barat Irjen Suharyono menduga Afif meninggal karena jatuh ke sungai dan berbenturan dengan benda keras yang menyebabkan tulang iganya patah.

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengeklaim, tidak ada yang ditutupi dari penyelidikan kasus kematian Afif.

Kapolri menegaskan setiap pelanggaran, baik etik maupun pidana, akan ditindaklanjuti.

"Kasus proses etik menunjukkan kita tidak ada yang ditutupi dan bila ada kasus pidana juga akan ditindaklanjuti," ujar Sigit saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Besok, Pengadilan Tipikor Lanjutkan Sidang Perkara Gazalba Saleh

Besok, Pengadilan Tipikor Lanjutkan Sidang Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Tembus Hutan 8 Hari, TNI Ambil Alih Bandara Agandugume yang Dikuasai OPM

Tembus Hutan 8 Hari, TNI Ambil Alih Bandara Agandugume yang Dikuasai OPM

Nasional
Prajurit Satgultor 81 Praka Jingko Lewi Kase jadi Siswa Terbaik Latihan Militer Lintas Negara di Australia

Prajurit Satgultor 81 Praka Jingko Lewi Kase jadi Siswa Terbaik Latihan Militer Lintas Negara di Australia

Nasional
Survei Indikator Politik: Ahmad Luthfi Teratas dalam 'Top of Mind’ Pilkada Jateng

Survei Indikator Politik: Ahmad Luthfi Teratas dalam 'Top of Mind’ Pilkada Jateng

Nasional
Survei Indikator Politik: Kaesang Raih Elektabilitas Tertinggi di Jateng, Disusul Ahmad Luthfi

Survei Indikator Politik: Kaesang Raih Elektabilitas Tertinggi di Jateng, Disusul Ahmad Luthfi

Nasional
Terowongan Silaturahmi Masjid Istiqlal-Katedral Masih Ditutup, Ini Alasannya

Terowongan Silaturahmi Masjid Istiqlal-Katedral Masih Ditutup, Ini Alasannya

Nasional
Ibadah Haji 2024: 394 Jemaah Wafat di Tanah Suci

Ibadah Haji 2024: 394 Jemaah Wafat di Tanah Suci

Nasional
Penyidikan Wulan Guritno dan Nikita Mirzani Mandek, Polri dan Satgas Judi “Online” Digugat

Penyidikan Wulan Guritno dan Nikita Mirzani Mandek, Polri dan Satgas Judi “Online” Digugat

Nasional
JPPI Sebut Setengah Anggaran Pendidikan Dialokasikan untuk Dana Desa Adalah Kebijakan Ngawur

JPPI Sebut Setengah Anggaran Pendidikan Dialokasikan untuk Dana Desa Adalah Kebijakan Ngawur

Nasional
Anggota DPR Dorong Pansus Ungkap Dugaan Mark Up Impor Beras

Anggota DPR Dorong Pansus Ungkap Dugaan Mark Up Impor Beras

Nasional
Mahfud: Pemilu Selesai, yang Menang Harus Diakui, Jangan Marah Melulu

Mahfud: Pemilu Selesai, yang Menang Harus Diakui, Jangan Marah Melulu

Nasional
Keir Starmer Jadi PM Inggris, Jokowi Ucapkan Selamat dan Ingin Perkuat Kerja Sama

Keir Starmer Jadi PM Inggris, Jokowi Ucapkan Selamat dan Ingin Perkuat Kerja Sama

Nasional
KPK Ungkap Jatah Dollar AS untuk Rita Widyasari dari Setiap Metrik Ton Tambang Batubara

KPK Ungkap Jatah Dollar AS untuk Rita Widyasari dari Setiap Metrik Ton Tambang Batubara

Nasional
Megawati Tantang Rossa Purbo Bekti Menghadap, Eks Penyidik KPK: Harus Dianggap Permintaan Tokoh Bangsa

Megawati Tantang Rossa Purbo Bekti Menghadap, Eks Penyidik KPK: Harus Dianggap Permintaan Tokoh Bangsa

Nasional
Jamaah Islamiyah Bubar, Nyatakan Kembali ke Pangkuan NKRI

Jamaah Islamiyah Bubar, Nyatakan Kembali ke Pangkuan NKRI

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com