Dalam perkara ini, jaksa KPK menilai tindakan melawan hukum dilakukan Karen dengan melakukan kontrak perjanjian dengan perusahaan Corpus Christi Liquefaction (CCL) LLC.
Tindakan eks Dirut Pertamina itu dilakukan bersama dengan eks Senior Vice President (SVP) Gas & Power PT Pertamina, Yenni Andayani dan Direktur Gas PT Pertamina, Hari Karyuliarto.
Jaksa menyampaikan, tindakan yang dilakukan oleh Karen yakni memberikan persetujuan pengembangan bisnis gas pada beberapa kilang LNG potensial di Amerika Serikat tanpa adanya pedoman pengadaan yang jelas.
Menurut Jaksa, pengembangan kilang LNG ini hanya diberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi, analisis secara teknis dan ekonomis, serta analisis risiko.
Selain itu, Karen meminta tanggapan tertulis kepada Dewan Komisaris PT Pertamina (Persero) dan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Dalam perjalanannya, seluruh kargo LNG milik Pertamina yang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik.
Sebab, terjadi over supply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia. Kejadian ini lantas membuat Pertamina menjual rugi LNG di pasar internasional.
Atas tindakannya, Karen diduga telah memperkaya diri sendiri Rp 1.091.280.281,81 dan 104,016,65 dollar AS serta memperkaya Corpus Christi Liquedaction sebesar 113,839,186.60 dollar AS.
Kerugian negara ini diketahui berdasarkan laporan hasil pemeriksaan investigatif Badan Pemeriksa Keuangan Republik (BPK) RI dan Instansi terkait lainnya Nomor: 74/LHP/XXI/12/2023 tanggal 29 Desember 2023.
Bantah tuduhan KPK
Sebelumnya, Karen telah membantah pengadaan LNG itu merupakan aksi pribadi. Menurut dia, pengadaan tersebut merupakan aksi korporasi karena disetujui direksi secara kolektif kolegial.
Karen mengatakan, pengadaan LNG oleh Pertamina saat dirinya menjabat sebagai direktur utama dilakukan berdasarkan instruksi presiden.
Bahkan, Karen menghadirkan Wakil Presiden Ke-10 dan 12 Jusuf Kalla untuk menjadi saksi a de charge atau saksi meringankan dalam sidang yang digelar pada 16 Mei 2024 lalu.
Karen menyampaikan, JK dihadirkan untuk menjelaskan proses pengambilan kebijakan terkait pengembangan energi gas di Indonesia.
Dalam kesaksiannya, JK mengaku bingung mengapa Karen bisa ditetapkan sebagai terdakwa kasus tersebut.
"Saya juga bingung kenapa jadi terdakwa, bingung, karena dia menjalankan tugasnya," kata JK saat ditanya hakim mengapa Karen bisa jadi seorang terdakwa.
Baca juga: Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan
Ketua umum Palang Merah Indonesia itu menjelaskan, tindak-tanduk BUMN berbeda dengan lembaga atau kementerian.
Sebagai unit bisnis, gerak Pertamina juga dipengaruhi oleh kebijakan. Sebagai entitas bisnis, pilihan Pertamina hanya dua, untung atau rugi. Oleh sebab itu, kerugian menjadi keniscayaan sebuah unit bisnis yang sedang mengembangkan kebijakan baru.
"Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum, maka semua BUMN karya harus dihukum, ini bahayanya. Kalau semua perusahaan rugi harus dihukum, maka semua perusahaan negara harus dihukum, dan itu akan menghancurkan sistem," kata JK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.