Sehingga, menurut MK mengutip putusan PTUN Jakarta, Irman dianggap tak terikat dengan keharusan menunggu masa jeda 5 tahun setelah bebas murni untuk bisa mencalonkan diri.
Mahkamah berpandangan, KPU seharusnya segera mengeksekusi putusan berkekuatan hukum tetap tersebut, terlebih perkara itu memang menjadi wewenang PTUN Jakarta untuk memutus.
MK pun menyoroti KPU yang tak menggubris sama sekali putusan PTUN Jakarta, melewati batas waktu 3 hari setelah putusan dibacakan, termasuk mengabaikan teguran dan perintah kedua setelah Irman meminta permohonan eksekusi dari PTUN Jakarta.
"Setelah dipanggil secara patut, Termohon (KPU RI) pada panggilan pertama pada tanggal 28 Desember 2023 tidak hadir, dan pada panggilan kedua pada tanggal 4 Januari 2024 yang dihadiri oleh perwakilannya menyatakan tidak akan melaksanakan Putusan PTUN Jakarta 600/2023," ujar Suhartoyo membacakan pertimbangan putusan.
Majelis hakim juga menyinggung surat Bawaslu Nomor 1049/PS.00.00/K1/12/2023 bertanggal 21 Desember 2023 yang pada pokoknya menegaskan agar KPU RI menindaklanjuti putusan PTUN itu.
Mahkamah juga mengungkit bagaimana DKPP, berdasarkan aduan Irman, menjatuhkan saksi peringatan keras kepada para komisioner KPU RI karena tak kunjung memasukkan nama Irman ke dalam DCT Pileg DPD 2024 dapil Sumatera Barat.
Baca juga: Deretan Sanksi Peringatan Keras untuk Ketua KPU, Terbaru Terkait Irman Gusman
"Ketidakpatuhan menindaklanjuti putusan pengadian menurut Mahkamah menimbulkan ketidakpastian, menunda keadilan, dan menurunkan kewibawaan institusi peradilan," ujar Suhartoyo.
"Dalam kaitannya dengan Pemohon (Irman), maka ketidakpatuhan tersebut telah menciderai hak konstitusional warga negara yang seharusnya dan telah memenuhi syarat untuk dipilih," jelasnya.
Atas pertimbangan ini, majelis hakim menilai DCT Pileg DPD RI 2024 dapil Sumatera Barat menjadi tidak sah karena seharusnya ada nama Irman di sana.
Oleh karena itu, hasil perolehan suara Pileg DPD RI 2024 dapil Sumatera Barat pun dianggap tidak sah.
MK meminta, dalam PSU nanti, Irman Gusman harus mengungkapkan secara terbuka dan jujur soal jati dirinya termasuk pernah menjadi terpidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.