JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan KPU RI menggelar pemungutan suara ulang (PSU) calon anggota DPD RI daerah pemilihan (dapil) Sumatera Barat hanya untuk mengikutsertakan eks Ketua DPD Irman Gusman.
"Mengabulkan permohonan pemohon (Irman) untuk seluruhnya; menyatakan hasil perolehan suara calon anggota DPD Provinsi Sumatera Barat harus dilakukan pemungutan suara ulang," kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan, Senin (10/6/2024).
Mahkamah meminta PSU itu diselenggarakan paling lambat 45 hari sejak putusan ini dibacakan.
Ini menjadi kemenangan besar untuk eks terpidana kasus suap impor gula Perum Bulog itu setelah menempuh berbagai jalur hukum sejak 2023.
Putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung menjatuhinya penjara 3,5 tahun dan pencabutan hak politik 3 tahun karena terlibat korupsi itu.
Irman baru bebas murni per 26 September 2019.
Duduk perkara
Irman semula masuk dalam daftar calon sementara (DCS) Pileg DPD RI 2024 dapil Sumbar.
Namun, KPU mencoretnya dari daftar calon tetap (DCT) berdasarkan "tanggapan masyarakat" bahwa Irman seharusnya tak memenuhi syarat karena latar belakang kasus hukumnya.
Baca juga: MK Ulang Pileg DPD Sumbar demi Eks Koruptor Irman Gusman
KPU mengaku berpegang kepada Putusan MK Nomor 112/PUU-XXI/2023. Putusan itu mengatur, eks terpidana yang diancam 5 tahun penjara atau lebih, mesti menjalani masa tunggu 5 tahun setelah bebas murni sebelum maju di pileg.
Namun, KPU kadung menerbitkan aturan teknis pencalonan anggota DPD lewat PKPU 12/2023 sebelum putusan MK di atas terbit. Di dalamnya, KPU belum mengatur soal masa tunggu itu.
Alhasil, sejumlah kelompok masyarakat sipil menggugat PKPU itu ke Mahkamah Agung (MA). MA menyatakan, pasal soal eks terpidana di PKPU 12/2023 harus dibatalkan dan diubah melalui beleid baru sesuai putusan MK.
Masalahnya, KPU tidak pernah menerbitkan revisi dan hanya merilis surat edaran yang menyatakan bahwa ketentuan pencalonan harus memperhatikan putusan MA di atas.
Ini rupanya menjelma bumerang bagi lembaga penyelenggara pemilu itu.
Irman gugat ke semua jalur
Irman kemudian menggugat sengketa Keputusan KPU 1563/2023 soal penetapan DCT ke semua jalur hukum yang dapat ditempuh.
Mulanya, Irman menggugat ke Bawaslu RI. Lembaga pengawas pemilu itu menolak gugatannya. Irman kemudian mengajukan banding ke PTUN Jakarta.
Di PTUN Jakarta, Irman didampingi pengacara-pengacara kelas kakap, di antaranya eks Ketua MK Hamdan Zoelva dan pakar hukum tata negara Heru Widodo.
Baca juga: MK Bolehkan Ikut Pemilu Ulang, Irman Gusman Diminta Umumkan Status Eks Koruptor
Dalam gugatannya, Irman melayangkan beberapa persoalan.
Pertama soal ketidakprofesionalan KPU dalam menanggapi putusan MA. Karena tak direvisi, Irman menilai, dasar hukum pencalonan anggota DPD masih menggunakan PKPU 12/2023 yang tak memuat syarat masa jeda 5 tahun untuk eks terpidana yang diancam pidana 5 tahun atau lebih
Kedua soal substansi kasus hukum yang ia hadapi. Irman menegaskan, berdasarkan putusan Peninjauan Kembali (PK) MA ia dijerat Pasal 11 UU Tipikor yang ancamannya 1-5 tahun penjara, bukan 5 tahun atau lebih.
Ketiga soal bunyi putusan PK yang memberinya hukuman tambahan pencabutan hak politik 3 tahun.
Irman menganggap, putusan pidana yang secara khusus menghukum dirinya ini lebih utama ketimbang aturan yang lebih umum berupa masa tunggu 5 tahun.
"Dalam hal seseorang dicabut hak politiknya seumur hidup, apakah setelah jeda 5 tahun berdasarkan norma dalam kedua Putusan Uji Materiil tersebut, yang bersangkutan lantas diperbolehkan ikut berkontestasi? Tentu saja tidak! Sebab, yang berlaku adalah putusan hakim pidana secara lex specialis," kata Irman dalam gugatannya ke PTUN Jakarta.
Baca juga: KPU Bantah Dalil Sengketa Irman Gusman yang Ngotot Maju DPD
"Bahwa dengan demikian, seharusnya terhadap diri Penggugat, putusan hakim pidana yang mencabut hak politik selama 3 tahun itulah sebagai lex specialis," tambah dia.
Semua dalil itu dikabulkan PTUN Jakarta pada 19 Desember 2023. KPU punya waktu 3 hari untuk mengeksekusi putusan itu dengan memasukkan naka Irman ke dalam DCT, namun KPU tak kunjung melakukannya.
KPU tetap bersikeras, saat penetapan DCT pada 2023 itu, Irman belum melewati masa tunggu minimum 5 tahun usai bebas murni pada 2019, dan baru dianggap selesai menjalani masa tunggu per 26 September 2024.
Dikuatkan MK
Ada banyak pertimbangan Mahkamah memerintahkan digelarnya pemilu ulang demi mengakomodasi eks koruptor ini, namun pada intinya MK menyoroti putusan PTUN Jakarta yang menguntungkan Irman.
MK beralasan, dalam pertimbangan putusan itu, PTUN Jakarta berkeyakinan bahwa Irman bukan terpidana yang diancam pidana 5 tahun atau lebih.
Sehingga, menurut MK mengutip putusan PTUN Jakarta, Irman dianggap tak terikat dengan keharusan menunggu masa jeda 5 tahun setelah bebas murni untuk bisa mencalonkan diri.
Mahkamah berpandangan, KPU seharusnya segera mengeksekusi putusan berkekuatan hukum tetap tersebut, terlebih perkara itu memang menjadi wewenang PTUN Jakarta untuk memutus.
MK pun menyoroti KPU yang tak menggubris sama sekali putusan PTUN Jakarta, melewati batas waktu 3 hari setelah putusan dibacakan, termasuk mengabaikan teguran dan perintah kedua setelah Irman meminta permohonan eksekusi dari PTUN Jakarta.
"Setelah dipanggil secara patut, Termohon (KPU RI) pada panggilan pertama pada tanggal 28 Desember 2023 tidak hadir, dan pada panggilan kedua pada tanggal 4 Januari 2024 yang dihadiri oleh perwakilannya menyatakan tidak akan melaksanakan Putusan PTUN Jakarta 600/2023," ujar Suhartoyo membacakan pertimbangan putusan.
Majelis hakim juga menyinggung surat Bawaslu Nomor 1049/PS.00.00/K1/12/2023 bertanggal 21 Desember 2023 yang pada pokoknya menegaskan agar KPU RI menindaklanjuti putusan PTUN itu.
Mahkamah juga mengungkit bagaimana DKPP, berdasarkan aduan Irman, menjatuhkan saksi peringatan keras kepada para komisioner KPU RI karena tak kunjung memasukkan nama Irman ke dalam DCT Pileg DPD 2024 dapil Sumatera Barat.
Baca juga: Deretan Sanksi Peringatan Keras untuk Ketua KPU, Terbaru Terkait Irman Gusman
"Ketidakpatuhan menindaklanjuti putusan pengadian menurut Mahkamah menimbulkan ketidakpastian, menunda keadilan, dan menurunkan kewibawaan institusi peradilan," ujar Suhartoyo.
"Dalam kaitannya dengan Pemohon (Irman), maka ketidakpatuhan tersebut telah menciderai hak konstitusional warga negara yang seharusnya dan telah memenuhi syarat untuk dipilih," jelasnya.
Atas pertimbangan ini, majelis hakim menilai DCT Pileg DPD RI 2024 dapil Sumatera Barat menjadi tidak sah karena seharusnya ada nama Irman di sana.
Oleh karena itu, hasil perolehan suara Pileg DPD RI 2024 dapil Sumatera Barat pun dianggap tidak sah.
MK meminta, dalam PSU nanti, Irman Gusman harus mengungkapkan secara terbuka dan jujur soal jati dirinya termasuk pernah menjadi terpidana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.