JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan Partai Demokrat dalam sengketa Pileg DPR RI 2024 versus Partai Amanat Nasional (PAN).
Dalam gugatan yang dikuasakan kepada Denny Indrayana cs, Partai Demokrat mendalilkan bahwa suara PAN meroket 6.066 suara di 8 kecamatan di Banjar, daerah pemilihan Kalimantan Selatan (Kalsel) I.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua MK Suhartoyo membacakan Putusan Nomor 191-01-03-22/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 pada Senin (10/6/2024).
Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan MK.
Pertama, Mahkamah mengakui bahwa Demokrat telah mencoba melaporkan dugaan pelanggaran di balik penggelembungan ini ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Namun, Bawaslu Kabupaten Banjar menyatakan KPU tidak terbukti secara sadar meyakinkan melakukan pelanggaran administrasi.
Sementara itu, Bawaslu Provinsi Kalimantan Selatan menyatakan tidak menerima laporan terkait dugaan penambahan suara PAN.
Lalu, laporan dugaan pelanggaran pidana pemilu yang dilayangkan Demokrat ke Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dinyatakan tidak cukup bukti.
Baca juga: MK Nyatakan Dalil Nasdem Kehilangan 11.539 Suara di Jateng V Tak Terbukti
Di tingkat nasional, Bawaslu RI menyatakan memang terdapat perbedaan jumlah perolehan suara PAN di beberapa kecamatan dan sejumlah Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administratif, namun selisih menurut Bawaslu hanya 93 suara.
Akan tetapi, sebab putusan itu terbit pada 19 April 2024 atau usai penetapan hasil perolehan suara nasional oleh KPU yang mana merupakan wewenang MK.
Ditambah lagi, dalam persidangan, ternyata saksi PAN menerima penetapan hasil perolehan suara di kecamatan-kecamatan itu.
"Maka hal tersebut harus pula dikesampingkan," ujar hakim konstitusi Daniel Yusmic membacakan pertimbangan putusan.
Baca juga: MK Nyatakan Gugatan PPP di Jateng III Tidak Diterima karena Dalil Tidak Jelas
Pertimbangan kedua, Sulaiman, saksi Demokrat yang dibawa ke persidangan bersaksi bahwa dirinya menambah 634 suara PAN ketika bertugas jadi anggota Panitia Pemilihan Suara (PPS) lantaran diperintah dan diberi Rp 100.000 per suara PAN oleh anggota PPK.
Masalahnya, di Kecamatan Aluh-aluh itu, Demokrat mendalilkan penambahan 626 suara untuk PAN, bukan 634 sebagaimana dilontarkan Sulaiman.
Pertimbangan ketiga, MK menyoroti tidak adanya keberatan yang disampaikan oleh saksi Demokrat terhadap rekapitulasi penghitungan suara beberapa kabupaten yang digugat ke MK.
MK berkesimpulan, seandainya penambahan suara yang terbukti di persidangan betul-betul terjadi, yakni 93 suara berdasarkan putusan Bawaslu RI dan 634 suara berdasarkan kesaksian Sulaiman, jumlah itu tidak membuat perolehan suara Demokrat dapat menyalip PAN.
Baca juga: MK Tolak Gugatan Golkar Terkait Pileg DPR di Dapil Papua Selatan
Adapun PAN berhasil mengantongi 94.602 suara dan mengunci kursi keenam sekaligus kursi terakhir di dapil itu.
Sementara itu, Partai Demokrat ada di urutan berikutnya dengan raihan 89.979 suara dan gagal mendapatkan kursi DPR RI.
Berdasarkan data Kompas.com, kursi terakhir untuk PAN itu akan jadi milik Pangeran Khairul Saleh, caleg petahana yang saat ini merupakan Wakil Ketua Komisi III DPR RI, komisi yang membidangi hukum dan bermitra dengan Polri.
Jika dalil Demokrat terbukti, maka kursi Khairul Saleh otomatis jadi milik Demokrat karena perolehan suara PAN akan turun jadi 88.536 saja.
Baca juga: Caleg PKS Merangkap Jadi KPPS, MK Putus 2 TPS di Sorong Pemilu Ulang
Sengketa antara dua partai yang sama-sama mengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming pada Pilpres 2024 itu bahkan sampai membuat kericuhan di depan gedung MK jelang sidang pembuktian pada pekan lalu.
Sepasang ibu dan bapak berteriak-teriak di depan pintu masuk ketika seorang saksi yang diketahui bernama Sulaiman dibawa masuk ke gedung MK oleh seorang pria.
Sulaiman tampak mengenakan pakaian hitam serba tertutup dan mengenakan tudung serta masker di wajahnya.
Pantauan Kompas.com, Sulaiman sempat memegangi erat tangan pria yang membawanya masuk ke gedung MK saat ibu-bapak itu berupaya merangsek masuk.
Baca juga: MK Minta Pemilu Ulang di TPS Perusahaan Perkebunan di Riau karena Jumlah Buruh Janggal
"Saya kakaknya, tahu enggak! Jangan ada paksaan, keluarkan adikku!" ucap ibu tersebut.
Ibu-bapak itu kemudian mengaku bahwa Sulaiman sudah dianggap seperti adik sendiri, karena sehari-hari tinggal di rumah mereka. Mereka mengaku tak terima dan khawatir dengan keselamatannya.
Sebab, sejak Sulaiman dijemput pada Jumat (24/5/2024) dari Banjar, Kalimantan Selatan, Sulaiman tak bisa lagi dihubungi hingga hari ini.
Karena itu, menurut klaim keduanya, mereka menyusul Sulaiman ke MK dari Banjar lantaran meyakini Sulaiman dipaksa memberikan kesaksian.
Namun, pengacara Demokrat Denny Indrayana membantahnya. Menurut Denny, putus kontak itu merupakan salah satu upaya tim hukum untuk melindungi saksi kunci itu.
Baca juga: Kader Demokrat Gugat UU DKJ ke MK agar Bisa Jadi Walkot Jakpus
Ia menganggap, saksi itu merupakan saksi yang penting untuk mengungkap praktik penggelembungan suara yang didalangi oleh orang kuat.
"Kebetulan yang diuntungkan (dari penggelembungan pada perkara itu) punya anggota (dewan) incumbent. Tidak usah saya sebut, off the record saja. Itu, sehingga kalau lapor ke penegak hukum kemungkinan enggak ada proses," kata Denny ditemui Kompas.com selepas sidang, Rabu (29/5/2024).
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.