JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) akan kembali menggelar sidang pemeriksaan dugaan asusila Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari, terhadap seorang perempuan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) di Eropa, Kamis (6/6/2024).
Sekretaris DKPP David Yama mengatakan, agenda sidang ini adalah mendengarkan keterangan dari para pihak, baik Pengadu, Teradu, Saksi, maupun Pihak Terkait.
“Sekretariat DKPP telah memanggil semua pihak secara patut, yakni lima hari sebelum sidang pemeriksaan digelar,” jelas David melalui keterangan tertulis, Rabu (5/6/2024).
Sebelumnya, Ketua DKPP Heddy Lugito berujar bahwa pihaknya akan memanggil sopir yang bertugas untuk Hasyim.
Baca juga: Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP
Sejumlah pegawai KPU juga disebut masuk dalam daftar panggilan untuk mengonfirmasi dugaan penyalahgunaan jabatan dan fasilitas yang dilakukan Hasyim guna mendekati anggota PPLN itu setahun terakhir.
"Kan ada beberapa perjalanan, ada apa, ada ini, ada itu, kan harus kami verifikasi," ucap Heddy kepada wartawan pada Selasa (28/5/2024).
Komisioner KPU RI Betty Epsilon Idroos juga turut dipanggil guna hadir secara langsung dalam sidang hari ini.
Sebelumnya, dalam sidang perdana, pihak terkait dari KPU RI, baik Betty maupun kesekretariatan jenderal, hanya melampirkan keterangan tertulis.
Heddy menyebut, dalam sidang perdana itu, terdapat beberapa data baru sehingga majelis pemeriksa DKPP merasa perlu untuk mengonfirmasi dan melakukan tanya-jawab secara langsung.
"Jadi kesaksian atau keterangan tertulis itu tidak cukup karena kita mesti mengonfirmasi beberapa hal. Biar semuanya jadi terang-benderang. Mereka harus hadir di persidangan, karena beberapa keterangan tertulis itu harus kita konfirmasi," jelas dia.
"Jadi ada data-data baru yang harus kita verifikasi ke sekretariat KPU, termasuk ke sekjen dan beberapa pegawai yang lain, 3 orang pegawai yang lain. Saya kira itu saja karena ada data-data baru," ungkap Heddy.
Dalam sidang perdana dua pekan lalu, Hasyim mengaku telah membantah dalil-dalil aduan Pengadu terkait perbuatan asusila tersebut, sementara itu pengacara Pengadu menyertakan sejumlah bukti-bukti tambahan berupa percakapan keduanya melalui WhatsApp.
Dalam kasus dugaan pelanggaran etik ini, Hasyim dituduh menggunakan relasi kuasa untuk mendekati, membina hubungan romantis, dan berbuat asusila terhadap Pengadu, termasuk di dalamnya menggunakan fasilitas jabatan sebagai Ketua KPU RI.
"Cerita pertama kali ketemu itu di Agustus 2023, itu sebenarnya juga dalam konteks kunjungan dinas. Itu pertama kali bertemu, hingga terakhir kali peristiwa terjadi di bulan Maret 2024," kata kuasa hukum korban sekaligus pengadu, Maria Dianita Prosperiani, saat mengadu ke DKPP, 18 April 2024.
Keduanya disebut beberapa kali bertemu, baik saat Hasyim melakukan kunjungan dinas ke Eropa, atau sebaliknya saat korban kunjungan dinas ke Indonesia.
Kuasa hukum lainnya, Aristo Pangaribuan, menyebut bahwa dalam keadaan keduanya terpisah jarak, terdapat upaya aktif dari Hasyim "secara terus-menerus" untuk menjangkau korban.
"Hubungan romantis, merayu, mendekati untuk nafsu pribadinya," kata Aristo.
Namun, menurut dia, tidak ada intimidasi maupun ancaman dalam dugaan pemanfaatan relasi kuasa yang disebut dilakukan oleh Hasyim.
Pengacara juga enggan menjawab secara tegas apakah "perbuatan asusila" yang dimaksud juga mencakup pelecehan seksual atau tidak.
Ini bukan kali pertama Hasyim tersandung masalah etik terkait dugaan perbuatan asusila.
Sebelumnya, ia pernah dinyatakan melanggar etik dan dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir oleh DKPP karena melakukan komunikasi yang tidak patut terhadap Ketua Umum Partai Republik Satu alias "Wanita Emas".
Ketika itu, rangkaian persidangan yang digelar tertutup mengungkapkan bahwa Hasyim aktif berkomunikasi dengan Hasnaeni secara intensif melalui WhatsApp di luar kepentingan kepemiluan.
Baca juga: Dugaan Asusila Ketua KPU, DKPP Akan Panggil Sopir Hasyim Asyari
DKPP menilai tindakan Hasyim sebagai sebagai penyelenggara pemilu terbukti melanggar prinsip profesional dengan melakukan komunikasi yang tidak patut dengan calon peserta pemilu sehingga mencoreng kehormatan lembaga penyelenggara pemilu.
Seusai kasus Hasnaeni, Hasyim juga beberapa kali disanksi peringatan keras terakhir namun DKPP tak pernah mencopot atau memecatnya.
DKPP beralasan, mereka tidak menambah level sanksi menjadi pemberhentian sebab tipologi kasus pelanggaran etik yang membuatnya dijatuhi peringatan keras merupakan kasus yang berlainan satu sama lain, sehingga tidak berlaku sifat akumulatif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.