Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Putusan MA Miliki Modus Sama dengan Putusan MK, Kali Ini Karpet Merah untuk Kaesang?

Kompas.com - 31/05/2024, 06:09 WIB
Novianti Setuningsih

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan hak uji materi yang dimohonkan oleh Ketua Umum Partai Garda Perubahan Indonesia (Garuda) Ahmad Ridha Sabana terkait Pasal 4 PKPU Nomor 9 Tahun 2020 dengan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada)

Melalui putusan Nomor 23 P/HUM/2024, MA mengubah aturan penghitungan usia calon kepala daerah dari yang semula termaktub dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020.

Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU mengenai batas usia calon kepala daerah awalnya berbunyi "Berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak penetapan Pasangan Calon”.

Namun, setelah adanya putusan MA, aturan usia calon kepala daerah dihitung pada saat calon tersebut dilantik sebagai kepala daerah definitif

Menurut MA, Pasal 4 PKPU Nomor 9 Tahun 2020 tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Wakil Gubernur dan 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Wakil Bupati atau Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota terhitung sejak pelantikan pasangan Calon terpilih”.

Baca juga: Singgung Putusan MK, Pengamat Nilai Putusan MA Ubah Aturan Batas Usia Calon Kepala Daerah Bernuansa Politik

Padahal, bunyi Pasal 4 Ayat (1) huruf d PKPU mirip dengan Pasal 7 Ayat (2) huruf e UU Pilkada mengenai syarat calon gubernur dan calon wakil gubernur, calon bupati dan calon wakil bupati, serta calon walikota dan calon wakil walikota.

Pasal 7 Ayat (2) huruf e UU Pilkada berbunyi, “berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota”.

Janggal, singgung putusan MK

Pakar Hukum Tata Negara sekaligus Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari menilai putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024 janggal dan patut dipertanyakan logika hukumnya.

Feri menjelaskan, tujuan pengujian materi suatu peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang adalah untuk menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang ada di atasnya.

Oleh karena itu, dia menilai, dari segi kajian hukum tata negara putusan MA yang mengubah aturan batas usia calon kepala daerah dalam PKPU itu janggal. Sebab, bunyi pasal dalam PKPU yang dipermasalahkan sama dengan pasal dalam UU Pilkada.

“Jadi apa lagi yang mau diuji, semuanya sama, tidak ada pertentangan antara PKPU Nomor 9 Tahun 2020 dengan UU Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada,” kata Feri dikutip dari program Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Kamis (30/5/2024).

Baca juga: MA Perintahkan KPU Cabut Aturan Batas Usia Calon Kepala Daerah

Sebagai informasi, PKPU Nomor 9 Tahun 2020 adalah peraturan yang diterbitkan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Aturan ini adalah peraturan turunan dari UU Pilkada.

Menurut Feri, hakim agung di MA pasti mengerti perihal kaidah pengujian materi tersebut. Sehingga, dia mencium aroma kepentingan politik di balik putusan MA tersebut.

“Dasar logika pengujian peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang terhadap Undang-Undang itu bertabrakan oleh MA. Bagi saya, ini tidak mungkin MA tidak paham konsepnya, pasti ada permainan serius di dalamnya,” ujar Feri.

Bahkan, dia menyinggung soal Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 mengenai batas minimal usia calon presiden dan wakil presiden yang memuluskan jalan putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) Gibran Rakabuming Raka maju sebagai calon wakil presiden padahal masih berusia 36 tahun.

“Dari segi politik, ini jelas permainan politik yang kurang lebih modus motif kepentingannya sama dengan keputusan di MK perihal Gibran (Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023),” kata Feri.

Baca juga: MA Ubah Aturan Batas Usia Calon Kepala Daerah Hanya dalam 3 Hari

Lapangan permainan pindah dari MK ke MA

Atas dasar itu, Feri menduga bahwa ada pihak yang berkepentingan memindahkan lapangan permainan dari MK ke MA. Sebab, terlalu berisiko mengajukan uji materi lagi melalui MK usai polemik putusan nomor 90.

Apalagi, menurut Feri, ada sosok "paman" di MK yang dikaitkan dengan kepentingan politik dari lahirnya putusan nomor 90 mengenai batas minimal usia calon presiden dan wakil presiden.

“Apalagi kita ketahui bahwa kalau ini diajukan kembali ke MK, orang akan mempertanyakan kembali posisi sang 'Paman'. Sementara sang 'Paman' sudah pernah diberikan sanksi. Kalau ternyata tidak diberikan sanksi kan tambah aneh. Oleh karena itu, lapangan permainan dipindahkan dari MK ke MA,” ujarnya.

Sebagaimana diketahui, hakim konstitusi Anwar Usman dicopot dari jabatannya sebagai Ketua MK oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) karena dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat terkait putusan nomor 90.

Anwar Usman diketahui adalah paman dari Gibran Rakabuming Raka yang akhirnya ditetapkan sebagai wakil presiden terpilih periode 2024-2029.

Baca juga: MA Ubah Aturan Batas Usia Calon Gubernur, Kaesang Bisa Maju Pilkada Jakarta

Siapa yang diuntungkan?

Berkaca dari Putusan MK nomor 90, Feri pun menyakini bahwa ada pihak yang diuntungkan oleh Putusan MA Nomor 23 P/HUM/2024. Terutama, pihak yang akhirnya bisa maju sebagai calon kepala daerah pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024.

“Mudah dilihat ya pertimbangan itu akan mengarahkan kepada siapa yang mencalonkan. Cara menghitungnya sama dengan Putusan MK Nomor 90, siapa yang mendapatkan kemanfaatan dari lahirnya putusan nomor 90, yang kita ketahui hanya satu orang yang mendapatkan keuntungan,” ujarnya.

“Kita akan lihat putusan MA nomor 23 ini akan dinikmati siapa, di sana kita bisa tahu bahwa pengalihan penentuan batas usia dari mendaftar hingga kemudian dilantik itu akan cocok dengan calon terntentu atau tidak,” kata Feri melanjutkan.

Dikaitkan dengan wacana yang belakangan beredar bahwa putra Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep didorong untuk maju pada Pilkada Jakarta 2024, Feri menyebut bahwa kemungkinan bisa diarahkan ke sana.

“Bagi saya di sana kita ketahui inilah relasi sesungguhnya kenapa putusan JR (Judicial Review) ini muncul. Karena di antaranya untuk menguntungkan sekali lagi keluarga presiden,” ujarnya.

Baca juga: MA Ubah Aturan Batas Usia Calon Gubernur, PDI-P: Demi Loloskan Putra Penguasa Maju, Pengkhianatan Tertinggi

Politik Dinasti

Meskipun belum bisa menyebut siapa yang pasti diuntungkan dari putusan MA, Feri menyinggung perihal pelanggengan praktik politik dinasti melalui lembaga peradilan. Dimulai dari putusan MK 90/PUU-XXI/2023.

Dari putusan MK dan MA yang mengatur perihal syarat usia calon pemimpin pemerintahan di pusat dan daerah, Feri menilai bahwa ada upaya merusak demokrasi dengan melegalisir atau membenarkan bahwa sesuatu itu sah padahal diketahui tidak sah dan tidak adil.

“Kita bisa melihat bagaimana dinasti itu dijalankan melalui lembaga-lembaga peradilan. Pertanyaan besarnya bagi kita, ke mana lagi kita akan mengadu soal keadilan kalau pengadilannya sendiri sudah berpihak dan sudah melanggengkan politik dinasti,” katanya.

Apalagi, menurut Feri, diubahnya aturan batas usia pencalonan oleh MK dan MA tersebut jelas untuk kepentingan politik, yakni Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dan Pilkada 2024.

“Sebentar lagi November akan datang, peraturan ini (putusan MA) hanya untuk mengejar kepentingan politik menuju November 2024 (Pilkada 2024). Di sanalah rusaknya demokrasi,” ujar Feri.

Baca juga: MA Ubah Aturan Batas Usia Calon Kepala Daerah, Istana: Pemerintah Tak Berkomentar

Sebagaimana diketahui, publik mulai ramai mengaitkan putusan MA dengan putra Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep yang belakangan disebut diusulkan untuk dipasangkan dengan keponakan Prabowo Subianto, Budisatrio Djiwandono di Pilkada Jakarta 2024.

Apalagi, muncul poster Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Budisatrio Djiwandono bersama Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep dengan tulisan untuk Jakarta 2024, sebelum putusan MA keluar.

Kaesang diketahui terganjal dengan masalah usia apabila hendak maju sebagai calon gubernur atau wakil gubernur. Sebab, usianya masih 29 tahun saat penetapan calon kepala daerah.

Dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 9 Tahun 2020 yang belum diubah melalui Putusan MA, calon gubernur harus berusia 30 tahun ketika ditetapkan KPU sebagai kandidat yang akan berlaga di pilkada.

KPU akan menetapkan calon kepala daerah di Pilkada Serentak 2024 pada 22 September 2024. Sedangkan Kaesang baru akan berusia 30 tahun pada 25 Desember 2024.

Baca juga: Jokowi Tanggapi Putusan MA yang Buka Jalan Kaesang Maju Pilkada

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Novel Baswedan Sampai Mantan 'Raja OTT' Akan Daftar Capim KPK

Novel Baswedan Sampai Mantan "Raja OTT" Akan Daftar Capim KPK

Nasional
Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P pada Pilkada Jakarta

Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P pada Pilkada Jakarta

Nasional
Datang ke Istana, Bamsoet Lapor Persiapan Sidang Tahunan MPR Terakhir Jokowi

Datang ke Istana, Bamsoet Lapor Persiapan Sidang Tahunan MPR Terakhir Jokowi

Nasional
Wapres Peringatkan Limbah B3 Tak Bisa Dibuang Sembarangan

Wapres Peringatkan Limbah B3 Tak Bisa Dibuang Sembarangan

Nasional
Produksi Karpet Mobil Ternama Dunia Dibuat di Pasuruan, Wapres: Tinggal Buat Mobilnya...

Produksi Karpet Mobil Ternama Dunia Dibuat di Pasuruan, Wapres: Tinggal Buat Mobilnya...

Nasional
Tak Hanya Segelintir, Ternyata Ada 82 Anggota DPR RI yang Main Judi Online

Tak Hanya Segelintir, Ternyata Ada 82 Anggota DPR RI yang Main Judi Online

Nasional
Pusat Data Nasional Jebol: Menkominfo Mundur atau Dimaklumi?

Pusat Data Nasional Jebol: Menkominfo Mundur atau Dimaklumi?

Nasional
Wapres: Penegakan Hukum Harus Punya Dasar yang Dapat Dipertanggungjawabkan

Wapres: Penegakan Hukum Harus Punya Dasar yang Dapat Dipertanggungjawabkan

Nasional
Ada Dua Versi Sikap Jokowi soal Kaesang Maju Pilkada Jakarta, Mana yang Benar?

Ada Dua Versi Sikap Jokowi soal Kaesang Maju Pilkada Jakarta, Mana yang Benar?

Nasional
Coklit Pemilih Pilkada Berlangsung, Bawaslu Ungkap 10 Kerawanan Prosedur

Coklit Pemilih Pilkada Berlangsung, Bawaslu Ungkap 10 Kerawanan Prosedur

Nasional
Hari Ini, SYL dkk Hadapi Sidang Tuntutan Kasus Pemerasan dan Gratifikasi di Kementan

Hari Ini, SYL dkk Hadapi Sidang Tuntutan Kasus Pemerasan dan Gratifikasi di Kementan

Nasional
Stafsus Klaim Jokowi Tak 'Cawe-cawe' di Pilkada Mana Pun

Stafsus Klaim Jokowi Tak "Cawe-cawe" di Pilkada Mana Pun

Nasional
Panasnya Rapat di DPR Bahas Peretasan PDN: Kominfo, BSSN dan Telkom Saling Lempar Bola hingga Disindir Bodoh

Panasnya Rapat di DPR Bahas Peretasan PDN: Kominfo, BSSN dan Telkom Saling Lempar Bola hingga Disindir Bodoh

Nasional
Kaesang ke Sekjen PKS: Jangan Bawa-bawa Presiden Lah, Ketumnya Kan Saya

Kaesang ke Sekjen PKS: Jangan Bawa-bawa Presiden Lah, Ketumnya Kan Saya

Nasional
Menkominfo Masih Bisa Bilang Alhamdulillah usai PDN Diretas, Ini Sebabnya

Menkominfo Masih Bisa Bilang Alhamdulillah usai PDN Diretas, Ini Sebabnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com