JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menilai wajar jika Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara direvisi di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin guna memuluskan transisi pemerintahan ke tangan pemimpin berikutnya, yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Sebab, menurut dia, sudah jelas bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran mendatang memang melanjutkan pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).
“Kan memang tagline atau motonya Prabowo-Gibran kan melanjutkan kepemimpinan Jokowi-Maruf Amin, tagline-nya keberlanjutan. Jadi ya memang di situ kunci utama dari pemerintahan Prabowo-Gibran itu melanjutkan program-program dari pemerintahan Jokowi-Maruf,” kata Ujang kepada Kompas.com, Selasa (14/5/2024).
Oleh karena itu, Ujang menyebut, revisi UU Kementerian Negara salah satu upaya agar transisi pemerintahan berjalan dengan lancar, tanpa ada konflik.
“Sehingga, ketika revisi UU Kementerian negara itu dilakukan di masa Jokowi-Ma’ruf untuk memuluskan jalannya pemerintahan Prabowo-Gibran. Itu sesuatu yang bagus saja sehingga proses transisi dari pemerintahan Jokowi-Maruf ke Prabowo-Gibran berjalan smooth, berjalan lancar, aman, damai, tidak ada konflik apa pun,” ujarnya.
Baca juga: Baleg Rapat Pleno Revisi UU Kementerian Negara Siang Ini, Mardani: Kaget, Dapat Undangan Kemarin
Sebagaimana diberitakan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tiba-tiba menggelar rapat untuk membahas revisi UU Kementerian Negara pada Selasa siang.
Padahal, sebelumnya Wakil Ketua Baleg DPR Achmad Baidowi atau Awiek mengatakan, belum ada pembicaraan di lingkungan PPP maupun DPR untuk membahas revisi UU Kementerian Negara.
"RUU Kementerian Negara masuk prolegnas jangka menengah. Sejauh ini belum ada rencana pembahasan," kata Awiek kepada Kompas.com pada 10 Mei 2024.
Kemudian, di dalam rapat tersebut, tim ahli Baleg menyampaikan adanya usulan agar pasal tentang jumlah kementerian negara diubah.
"Berkaitan dengan rumusan pasal 15, pasal 15 dirumuskan berbunyi sebagai berikut, jumlah keseluruhan kementerian sebagaimana dimaksud dalam pasal 12, pasal 13 dan pasal 14, semula berbunyi paling banyak 34 kementerian, kemudian diusulkan perubahannya menjadi 'ditetapkan sesuai dengan kebutuhan presiden dengan memerhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan," kata tim ahli Baleg dalam rapat di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa.
Baca juga: Revisi UU Kementerian Negara Dibahas di DPR, Jumlah Kementerian Diusulkan Sesuai Kebutuhan Presiden
Menurut dia, urgensi perubahan UU MK mengenai pasal jumlah kementerian karena adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 79/PUU-IX/2011.
Tim ahli mengatakan, dalam putusannya, MK melihat pasal tersebut bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Padahal, dikatakan berdasarkan Pasal 4 ayat 1 dan Pasal 17 UUD 1945, tidak ada batasan bagi presiden dalam menetapkan jumlah menteri yang diangkat dan diberhentikannya.
Kemudian, usulan diubahnya materi muatan Pasal tentang jumlah kementerian juga disebutkan karena memerhatikan kondisi dinamika global dan tantangan bangsa ke depan.
Revisi UU Kementerian dan usulan perubahan pasal terkait jumlah kementerian itu seperti menyambut wacana penambahan jumlah kementerian di era pemerintahan Prabowo-Gibran.