JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar Hukum Tata Negara sekaligus Peneliti Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari mempertanyakan dasar pemikiran yang mengatur perihal aturan masa jabatan hakim konstitusi dalam draf revisi Undang-Undang (UU) tentang Mahkamah Konstitusi (MK) keempat.
Dalam draf revisi yang diterima Kompas.com dan sudah dibenarkan oleh anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Sarifuddin Sudding, disebutkan soal aturan hakim konstitusi dikembalikan ke lembaga pengusul setelah menjabat selama lima tahun.
Tak hanya itu, hakim konstitusi yang telah menjabat lebih dari 5 tahun dan kurang dari 10 tahun disebut bisa melanjutkan jabatannya sampai 10 tahun jika mendapat persetujuan dari lembaga pengusul.
Dengan catatan, penghitungan masa jabatannya tetap sesuai dengan tanggal penetapan Keputusan Presiden mengenai pengangkatan pertama hakim konstitusi yang bersangkutan.
Baca juga: Utak-atik Masa Jabatan Hakim Konstitusi lewat Revisi UU MK Dinilai Upaya Menawan Independensi MK
Namun, dalam draf revisi UU MK itu juga disebutkan bahwa hakim konstitusi yang sedang menjabat dan masa jabatannya telah lebih dari 10 tahun, maka masa jabatannya berakhir mengikuti usia pensiun 70 tahun.
Hanya saja, itu berlaku selama masa jabatannya tidak melebihi 15 tahun sejak tanggal penetapan Keputusan Presiden mengenai pengangkatan pertama hakim konstitusi yang bersangkutan.
“Apa dasarnya kalau dia 10 tahun boleh dilanjut, sementara yang belum 10 tahun tapi sudah lebih dari 5 tahun harus konfirmasi lagi (ke lembaga pengusul),” kata Feri Amsari kepada Kompas.com, Selasa (14/5/2024).
Oleh karena itu, Feri menduga ada tujuan politik dibalik pengubahan aturan mengenai masa jabatan hakim konstitusi di revisi keempat UU MK.
“Makanya komposisi pasal begitu pasti disengaja dan punya tujuan politik,” ujarnya.
“Kan itu cari sebuah norma yang terlihat betul suasana ketidakadilan dan ketidakbenarannya,” kata Feri melanjutkan.
Baca juga: 4 Poin Krusial dalam Revisi UU MK, Evaluasi Hakim hingga Komposisi Anggota MKMK
Sebelumnya, Feri mengatakan, masa jabatan hakim sangat penting karena merepresentasikan lembaga peradilan tersebut independen atau tidak.
“Semakin berdekatan dengan kepentingan atau siklus politik maka potensi hakim tidak independen sangat besar,” ujarnya.
Kemudian, dia menyinggung soal upaya menawan independensi MK melalui utak-atik aturan masa jabatan hakim konstitusi.
“Apa yang terjadi dengan MK, dengan berubah-ubahnya masa jabatan sesungguhnya adalah bentuk cara menawan independensi kekuasaan kehakiman terutama Mahkamah Konstitusi,” ujar Feri.
Baca juga: Utak-atik Masa Jabatan Hakim Konstitusi lewat Revisi UU MK Dinilai Upaya Menawan Independensi MK
Dalam naskah terakhir revisi UU MK yang diterima Kompas.com, diselipkan Pasal 23A terkait masa jabatan hakim konstitusi.