Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Kompas.com - 07/05/2024, 22:09 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Gagasan membentuk kementerian baru yang dilontarkan kubu Presiden Terpilih Prabowo Subianto diharapkan bukan hanya menampung kepentingan sejumlah kekuatan politik yang mendukungnya dalam pemilihan presiden (Pilpres) 2024 lalu.

"Ini jangan sampai kemudian menjadi sebuah wacana yang bukan hanya sekadar soal politik akomodatif," kata Direktur Eksekutif Indo Strategic Ahmad Khoirul Umam dikutip dari Sapa Indonesia Malam di Kompas TV, Selasa (7/5/2024).

Umam berharap para ilmuwan di berbagai kampus juga diajak berdialog dan bisa memberi masukan mengenai usul penambahan kementerian.

"Saya atau teman-teman di kalangan kampus harus membantu dalam menemukan judgement dan legitimasi, mengapa ini harus ditambah, mengapa ini harus dikurangi," papar Umam.

Baca juga: Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit


Umam mengatakan, dari informasi yang dia himpun, memang terdapat upaya buat menggemukkan jumlah kabinet.

"Bahkan bukan hanya 40. Menurut informasi spekulatif yang saya dengar itu bisa mencapai sekitar 48 posisi kementerian," ujar Umam.

Menurut Umam, pemerintahan mendatang mesti mengantisipasi sejumlah problem, seperti koordinasi dan supervisi, jika memang benar-benar menambah jumlah kementerian.

"Ini kemudian perlu dihitung betul, bukan bermaksud untuk kemudian men-downgrade atau menetralisir argumen itu tetapi meletakkan pada basis perdebatan yang sesungguhnya," ucap Umam.

Baca juga: Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sebelumnya diberitakan, gagasan pembentukan kementerian baru berasal dari kubu Presiden Terpilih Prabowo Subianto.

Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara mengatur bahwa jumlah maksimal kementerian yang ada adalah 34 kementerian.

Akan tetapi, peluang revisi UU Kementerian Negara terbuka karena masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020-2024.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menilai wajar apabila jumlah kementerian diperbanyak karena Indonesia merupakan negara yang besar sehingga butuh bantuan dari banyak pihak.

Baca juga: Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Menurut Habiburokhman, semakin banyak jumlah kementerian justru baik bagi pemerintahan dan pelayanan publik karena Indonesia memiliki target sekaligus tantangan yang besar untuk diraih.

"Dalam konteks negara jumlah yang banyak itu artinya besar, buat saya bagus, negara kita kan negara besar. Tantangan kita besar, target-target kita besar," kata Habiburokhman ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (6/5/2024).

Habiburokhman pun tidak membantah ketika ditanya soal kabar yang menyebut presiden terpilih Prabowo Subianto akan membentuk sebanyak 40 kementerian.

Meski begitu, ia mengeklaim ide itu muncul bukan hanya untuk mengakomodasi kepentingan partai politik pendukung Prabowo.

Baca juga: Gerindra Sebut Indonesia Negara Besar, Wajar Kementerian Diperbanyak

Wakil Ketua Komisi III DPR ini menekankan, banyaknya jumlah kementerian semestinya tidak lantas dijadikan sebagai ajang mengakomodasi kepentingan politik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

Nasional
[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

[POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

Nasional
Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

Nasional
Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem 'Back Up' Data Cepat

Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem "Back Up" Data Cepat

Nasional
Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

Nasional
4 Bandar Judi 'Online' Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

4 Bandar Judi "Online" Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

Nasional
Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

Nasional
Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

Nasional
Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk 'Back Up' Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk "Back Up" Data Sejak April, tapi Tak Direspons

Nasional
Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Disebut Tamak, SYL Klaim Selalu Minta Anak Buah Ikuti Aturan

Nasional
Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Bantah Hasto Menghilang Usai Diperiksa KPK, Adian Pastikan Masih Berada di Jakarta

Nasional
Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Dirjen Imigrasi Enggan Salahkan Siapapun Soal Peretasan: Sesama Bus Kota Enggak Boleh Saling Menyalip

Nasional
Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi 'Cawe-cawe' di Pilkada 2024

Adian Sebut PDI-P Siap jika Jokowi "Cawe-cawe" di Pilkada 2024

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

KPK Sebut Keluarga SYL Kembalikan Uang Rp 600 Juta

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com