Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Revisi UU MD3 Masuk Prolegnas Prioritas, PDI-P Ingatkan Potensi Gaduh, Gerindra Belum Bersikap

Kompas.com - 06/04/2024, 13:18 WIB
Dian Erika Nugraheny,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Revisi Undang-undang tentang perubahan keempat atas Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) sedang menjadi sorotan.

Pasalnya, revisi terhadap beleid tersebut secara tiba-tiba masuk ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas.

Padahal sebelumnya, pada Selasa (2/4/2024) sore revisi UU MD3 masih berada di dalam daftar Prolegnas 2020-2024. Hal itu berdasarkan pemantauan di situs resmi DPR.

Namun, masih berdasarkan informasi di situs DPR, pada Selasa malam UU MD3 sudah tak ada dalam daftar Prolegnas 2020-2024, tapi prioritas.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar mengonfirmasi soal kepastian revisi UU MD3 masuk dalam Prolegnas Prioritas. Tepatnya di urutan ke-15.

Baca juga: Bagi Demokrat, Revisi UU MD3 Bukan Satu-satunya Jalan Prabowo Konsolidasikan Parlemen

"(Revisi UU MD3) Dalam Prolegnas Prioritas 2024 tercantum UU MD3 urutan nomor 15," kata Indra kepada Kompas.com, Rabu (3/4/2024).

Bersamaan dengan informasi itu, Indra juga mengirimkan surat keputusan (SK) berisikan daftar RUU Prolegnas yang bakal dibahas DPR.

Surat itu bernomor 15/DPR RI/I/2023-2024 tentang Program Legislasi Nasional Rancangan Undang-undang Prioritas Tahun 2024.

Berdasarkan SK yang dilihat Kompas.com, surat itu ditandatangani oleh Ketua DPR Puan Maharani pada 3 Oktober 2023. Kemudian, revisi UU MD3 memang terlihat ada di urutan nomor 15 dalam SK tersebut.

Baca juga: Soal Revisi UU MD3 Masuk Prolegnas Prioritas, Demokrat: Belum Ada Kepentingan, Wait and See

Dalam surat itu dituliskan bahwa naskah akademik dan RUU disiapkan oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR. Setidaknya terdapat 47 RUU yang masuk daftar Prolegnas dalam SK itu. Ada yang merupakan usulan DPR, ada pula yang merupakan usulan Pemerintah dan DPD RI.

Sebagaimana diketahui, wacana revisi UU MD3 muncul setelah Pemilu 2024 berlangsung 14 Februari 2024.

Sebab, berdasarkan penghitungan suara sah Komisi Pemilihan Umum (KPU), PDI Perjuangan (PDI-P) dinyatakan menjadi pemenang Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024 disusul oleh Partai Golkar dan Partai Gerindra di urutan kedua dan ketiga.

Padahal, PDI-P sendiri sudah menyatakan siap menjadi oposisi di pemerintahan ke depan buntut konflik politiknya dengan Presiden Joko Widodo pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Sementara itu, berdasarkan UU MD3 yang saat ini berlaku, kursi Ketua DPR RI menjadi hak bagi parpol pemenang pileg.

Artinya, jika tidak ada revisi terkait aturan tersebut, jabatan itu bakal diduduki kembali oleh figur dari PDI-P.

Ketua DPR Puan Maharani menggelengkan kepala usai ditanya soal wacana hak angket dan masuknya revisi UU MD3 dalam Prolegnas Prioritas, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (4/4/2024).KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA Ketua DPR Puan Maharani menggelengkan kepala usai ditanya soal wacana hak angket dan masuknya revisi UU MD3 dalam Prolegnas Prioritas, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (4/4/2024).

Baca juga: Gelengkan Kepala Ditanya Wacana Hak Angket dan Revisi UU MD3, Puan: Enggak Ada

Namun, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyatakan, semua fraksi parpol DPR RI telah sepakat tidak melakukan revisi UU MD3 sampai periode DPR RI 2019-2024 berakhir.

“Karena setahu kami, itu memang sudah beberapa waktu lalu direncanakan dalam rangka mungkin untuk penyesuaian jumlah ataupun beberapa pasal yang dianggap perlu, tetapi bukan untuk pergantian komposisi pimpinan," tutur Dasco di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (4/4/2024).

PDI-P Ingatkan soal potensi kegaduhan

Menanggapi dinamika terbaru soal revisi UU MD3, anggota DPR Fraksi PDI-P Hendrawan Supratikno mengatakan, kegaduhan bakal terjadi jika revisi UU MD3 dipakai untuk mengubah ketentuan Pasal pemilihan Ketua DPR periode mendatang.

Adapun aturan pemilihan Ketua DPR, sebagaimana UU MD3 yang ada saat ini, ditetapkan berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR.

"Kalau revisi dilakukan kembali terhadap pasal tersebut, akan terjadi kegaduhan," kata Hendrawan kepada Kompas.com, Rabu (3/4/2024).

Baca juga: Golkar Tak Dorong Pergantian Ketua DPR, Meski UU MD3 Masuk Prolegnas Prioritas

Hendrawan lantas menceritakan tentang perubahan UU MD3 usai pemilihan presiden (Pilpres) 2014.

Saat itu, menurut dia, ada dinamika politik di mana pihak calon presiden Prabowo Subianto dari Koalisi Merah Putih (KMP) ingin merebut kursi Ketua DPR

"UU MD3 yang sekarang berlaku (UU 13 Tahun 2019) merupakan revisi ketiga terhadap UU MD3 nomor 17 Tahun 2014. Revisi tersebut dilakukan untuk mengakomodasi dinamika politik pasca-pemilu 2014," kata Hendrawan.

"Saat itu parlemen terbelah antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP). KMP yang jagoannya kalah dalam Pilpres, ingin menguasai parlemen, sehingga mengubah aturan main yang berlaku dalam UU MD3," ujarnya lagi.

Lebih lanjut, Hendrawan mengatakan, revisi UU sebaiknya dilakukan terhadap UU lainnya.

Baca juga: Soal Revisi UU MD3, Gerindra: Biasanya Kita Saling Menghargai yang Peroleh Suara Terbanyak Jadi Ketua DPR

Misalnya, revisi undang-undang untuk menguatkan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) yang merupakan salah satu alat kelengkapan dewan (AKD) di DPR.

"Keanggotaannya yang selama ini hanya sembilan anggota (satu fraksi diwakili satu anggota), bisa ditambah. Kewenangannya juga bisa diperjelas, sehingga fungsinya dapat dioptimalkan," katanya.

"Terus, jumlah-jumlah pimpinan. Misal pimpinan MPR dengan jumlah wakil ketua yang merupakan representasi dari masing-masing fraksi dan kelompok anggota, sehingga yang sekarang berjumlah 10 orang, bisa lebih dirasionalkan, misal menjadi lima orang saja," ujar Hendrawan lagi.

Gerindra belum bersikap

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman mengatakan ia mengaku belum bisa memberikan pernyataan soal masuknya revisi UU MD3 ke prolegnas prioritas.

"Belum, belum (bersikap), kita lihat nanti," ujar Habiburokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (4/4/2024).

Meski demikian, ia memberi pandangan bahwa penentuan kursi Ketua DPR juga dilakukan dengan musyawarah.

Menurut dia, partai politik (parpol) di parlemen juga menghargai bahwa kursi Ketua DPR biasanya akan dijabat oleh partai yang memperoleh suara terbanyak dalam pileg.

Baca juga: Revisi UU MD3 Masuk Daftar Prolegnas di Tengah Isu Perebutan Kursi Ketua DPR

"Terlepas aturan dari MD3, tradisinya kan kita mengedepankan musyawarah. Musyawarah rapat konsultasi pengganti Bamus (badan musyawarah) yang pertama ketika setelah pelantikan itu kan sebenarnya tidak secara spesifik diatur di dalam MD3," kata Habiburokhman.

"Itu bentuk kedewasaan, memang biasanya biasanya ya saling menghargai bahwa yang memperoleh suara terbanyak itu ketua. Biasanya seperti itu," ujarnya lagi.

Meski begitu, Habiburokhman belum bisa memprediksi apakah akan ada perubahan-perubahan dalam ketentuan penentuan kursi Ketua DPR di UU MD3 ke depan.

Namun, dia mengingatkan jika revisi UU MD3 dibahas, tentu banyak muatan materi lainnya. Misalnya, soal ketentuan masa sidang dan reses anggota DPR.

Baca juga: Pengamat: Revisi UU MD3 Terbuka karena Koalisi Prabowo Punya Intensi Ambil Posisi Ketua DPR

"Kan banyak hal yang mau dibahas di MD3. Di antaranya ketentuan terkait masa sidang dan masa reses pengaturan yang strict kayak gimana. Apakah di masa reses kita tidak boleh melakukan aktivitas. Itu akan ada usulan juga bukan soal susunan AKD (Alat Kelengkapan Dewan)," kata Wakil Ketua Komisi III DPR ini.

Golkar tegaskan tak dorong revisi

Di sisi lain, Wakil Ketua Umum Partai Golkar Firman Soebagyo mengklaim, pihaknya tak mendorong ketentuan pergantian ketua DPR RI direvisi.

“Bahwa dengan adanya (RUU) MD3 itu tidak ada indikasi merevisi UU MD3 ini karena masalah pemilihan atau penetapan ketua DPR. Itu enggak ada,” ujar Firman dihubungi awak media, Rabu.

Ia pun menekankan, Golkar tidak mengajukan revisi UU MD3 itu masuk ke dalam Prolegnas Prioritas.

Menurutnya, wacana revisi UU MD3 memang sudah muncul di dalam prolegnas bersama sejumlah RUU yang lain, jauh sebelum Pemilu 2024 dilaksanakan.

Baca juga: Pimpinan DPR: Mayoritas Partai di Parlemen Sepakat Tak Revisi UU MD3 sampai Akhir Periode Jabatan DPR Saat Ini

Firman menyampaikan wacana revisi UU MD3 saat itu juga muncul karena adanya pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN). Di mana, pusat pemerintahan dan DPR RI juga bakal berpindah ke sana.

"Itu semua yang di Prolegnas itu kan rancangan, daftar yang akan dibahas waktu-waktu (ke depan) itu akan muncul,” ucap dia.

Terakhir, ia menyebutkan bahwa Golkar masih mengikuti aturan ketua DPR RI sesuai dengan UU MD3 yang saat ini berlaku. Firman menuturkan, proses untuk mengajukan usulan perubahan ketentuan kursi ketua DPR RI cukup panjang.

Tidak bisa dilakukan secara cepat karena berbagai pertimbangan. “Selama undang-undang belum diubah ya suara terbanyak (di pileg) itu yang akan jadi ketua DPR. Itu pun kalau ada yang mengajukan (revisi) prosesnya panjang juga dan harus (dibahas) bersama pemerintah, bersama lagi menetapkan,” paparnya.

"Lihat urgensinya dan lain sebagainya, pertimbangan-pertimbangan politis lainnya. Enggak semudah itu,” imbuh dia.

Demokrat sebut revisi belum tentu terjadi

Sementara itu, Wakil Ketua Fraksi Partai Demokrat DPR RI Herman Khaeron mengatakan, revisi UU MD3 belum tentu terjadi meskipun masuk dalam daftar Prolegnas prioritas.

Ia menyebutkan, sampai saat ini belum ada fraksi parpol DPR RI yang bergerak untuk mendorong revisi beleid tersebut.

“Belum ada, belum ada fraksi-fraksi yang menyatakan secara resmi untuk merevisi undang-undang itu,” ujar Herman pada Kompas.com, Jumat (5/4/2024).

Baca juga: Ramai Revisi UU MD3 Masuk Prolegnas Prioritas, Baleg: Bisa Dievaluasi Sewaktu-waktu

Terlebih, pihaknya merasa tak punya kepentingan untuk merevisi UU MD3 yang terkait dengan ketentuan kursi pimpinan DPR RI.

"Bagi Demokrat kan belum ada kepentingan, jadi kalau belum ada kepentingan kami wait and see saja,” ucap dia.

Di sisi lain, ia mewajarkan adanya isu soal dugaan revisi UU MD3 bakal dilakukan untuk mencari cara baru menentukan kursi pimpinan DPR RI.

Sebab, kenyataannya, UU MD3 pernah direvisi beberapa kali untuk mencari siapa saja figur maupun parpol yang berhak mendapatkan kursi pimpinan itu.

“Karena ada historical tahun 2009 itu kan otomatis partai pemenang pemilu menjadi pimpinan DPR, nah tahun 2014 kan diubah jadi pemilihan langsung di DPR, waktu itu kan paket. (Tahun) 2019 kembali ke suara terbanyak (pemilu). Selalu ada perubahan-perubahan, nah 2024 seperti apa? belum ada pergerakan sampai sekarang,” papar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Terdakwa Sadikin Rusli Dituntut 4 Tahun Penjara Kasus Pengkondisian BTS 4G

Terdakwa Sadikin Rusli Dituntut 4 Tahun Penjara Kasus Pengkondisian BTS 4G

Nasional
Di WWF 2024, Pertamina NRE Paparkan Upaya Mencapai Pertumbuhan Bisnis Rendah Emisi

Di WWF 2024, Pertamina NRE Paparkan Upaya Mencapai Pertumbuhan Bisnis Rendah Emisi

Nasional
Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Jokowi: Ditanyakan ke yang Tak Mengundang, Jangan Saya

Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Jokowi: Ditanyakan ke yang Tak Mengundang, Jangan Saya

Nasional
Akrab dengan Puan di Bali, Jokowi: Sudah Lama Akrab dan Baik dengan Mbak Puan

Akrab dengan Puan di Bali, Jokowi: Sudah Lama Akrab dan Baik dengan Mbak Puan

Nasional
Jaksa: Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Kembalikan Uang Rp 40 Miliar dalam Kasus Korupsi BTS 4G

Jaksa: Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Kembalikan Uang Rp 40 Miliar dalam Kasus Korupsi BTS 4G

Nasional
WIKA Masuk Top 3 BUMN dengan Transaksi Terbesar di PaDi UMKM

WIKA Masuk Top 3 BUMN dengan Transaksi Terbesar di PaDi UMKM

Nasional
Nadiem Janji Batalkan Kenaikan UKT yang Nilainya Tak Masuk Akal

Nadiem Janji Batalkan Kenaikan UKT yang Nilainya Tak Masuk Akal

Nasional
KPK Periksa Mantan Istri Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih

KPK Periksa Mantan Istri Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih

Nasional
Bobby Resmi Gabung Gerindra, Jokowi: Sudah Dewasa, Tanggung Jawab Ada di Dia

Bobby Resmi Gabung Gerindra, Jokowi: Sudah Dewasa, Tanggung Jawab Ada di Dia

Nasional
Kapolri Diminta Tegakkan Aturan Terkait Wakapolda Aceh yang Akan Maju Pilkada

Kapolri Diminta Tegakkan Aturan Terkait Wakapolda Aceh yang Akan Maju Pilkada

Nasional
Jelaskan ke DPR soal Kenaikan UKT, Nadiem: Mahasiswa dari Keluarga Mampu Bayar Lebih Banyak

Jelaskan ke DPR soal Kenaikan UKT, Nadiem: Mahasiswa dari Keluarga Mampu Bayar Lebih Banyak

Nasional
Kasus BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Kasus BTS 4G, Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Dituntut 5 Tahun Penjara dan Denda Rp 500 Juta

Nasional
Kemensos Gelar Baksos di Sumba Timur, Sasar ODGJ, Penyandang Kusta dan Katarak, hingga Disabilitas

Kemensos Gelar Baksos di Sumba Timur, Sasar ODGJ, Penyandang Kusta dan Katarak, hingga Disabilitas

Nasional
Nadiem Tegaskan Kenaikan UKT Hanya Berlaku bagi Mahasiswa Baru

Nadiem Tegaskan Kenaikan UKT Hanya Berlaku bagi Mahasiswa Baru

Nasional
Eks Penyidik Sebut Nurul Ghufron Seharusnya Malu dan Mengundurkan Diri

Eks Penyidik Sebut Nurul Ghufron Seharusnya Malu dan Mengundurkan Diri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com