JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua KPPS di Kelurahan Sidomulyo Timur, Pekanbaru, Riau, mengungkap pengalaman dirinya berinteraksi dengan seorang lurah terkait pendataan pemilih capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, 6 hari sebelum pencoblosan.
Petugas bernama Surya Dharma itu mengatakan, pendataan itu berkaitan dengan pemberian bantuan sosial (bansos) dari pemerintah. Ia diminta lurah tersebut datang.
Hal itu ia ceritakan ketika bersaksi untuk capres-cawapres nomor urut 1, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, pada sidang lanjutan sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca juga: Di Sidang MK, Kubu Anies Ungkap Ada Mobilisasi Kades untuk Dukung Prabowo-Gibran di Jatim
"Pada 8 Februari sekitar pukul 16.30 saya ke tingkat PPS (Panitia Pemungutan Suara, tingkat kelurahan), di kantor lurah, mengambil dana operasional TPS. Diserahkan formulir kepada saya untuk mendata warga yang dikhususkan untuk memilih 02 dan akan diberikan bansos," jelas dia di ruang sidang, Senin (1/4/2024).
Namun demikian, ketika ditanyakan lebih jauh oleh majelis hakim, ia mengaku tidak mengetahui lebih lanjut mengenai implementasinya.
"Saya serahkan sama Ketua RT," ujar Surya yang merupakan Ketia KPPS TPS 041 itu.
Baca juga: MK Panggil Sri Mulyani, Risma, Airlangga, dan Muhadjir di Sidang Sengketa Pilpres 5 April
Surya kemudian dicecar oleh Ketua MK Suhartoyo dan Wakil Ketua MK Saldi Isra terkait nama lurah tersebut.
Surya awalnya menolak, namun Saldi Isra menegaskan bahwa di dalam persidangan hal itu dapat dilakukan, sehingga ia tak perlu takut.
Sementara itu, Suhartoyo berujar, jika ia enggan mengungkap nama lurah itu, maka keterangannya berpotensi diragukan.
"Ibu Yuliarti. Langsung ke saya," ucap dia.
Baca juga: Sidang MK, Saksi Ungkap Kepala Desa Dipanggil Polisi dan Konsolidasi Menangkan Prabowo-Gibran
Dalam permohonannya ke MK, Anies-Muhaimin mendalilkan soal terlanggarnya asas-asas pemilu bebas, jujur, dan adil di dalam UUD 1945 akibat nepotisme Presiden Joko Widodo terhadap anaknya, Gibran Rakabuming Raka (36), melalui pengerahan sumber daya negara.
Terkait dalil ini, Anies-Muhaimin menyinggung sedikitnya 11 pelanggaran:
1. KPU RI secara tidak sah menerima pencalonan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dengan mengacu pada Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2024 yang belum direvisi sebagai dasar hukum penerimaan pencalonan. Dalam aturan itu, syarat usia minimal capres-cawapres masih 40 tahun.
2. Lumpuhnya independensi penyelenggara pemilu karena intervensi kekuasaan
3. Nepotisme Prabowo-Gibran menggunakan lembaga kepresidenan
Baca juga: Timnas Amin Usulkan MK Panggil Jokowi ke Sidang Sengketa Pilpres