Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Ada Anwar Usman, MK Diyakini Buat Putusan Progresif dalam Sengketa Pilpres

Kompas.com - 29/03/2024, 22:09 WIB
Fika Nurul Ulya,
Krisiandi

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar ilmu hukum tata negara Bivitri Susanti meyakini Mahkamah Konstitusi (MK) mampu mengeluarkan putusan progresif dalam sidang sengketa Pilpres yang berlangsung saat ini.

Pasalnya, MK tengah berupaya mengembalikan legitimasi usai kontroversi putusan perkara nomor 90 terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden yang melanggengkan putra sulung Presiden Joko Widodo mengikuti kontestasi Pilpres 2024.

Terlebih, kata dia, MK saat ini dipimpin oleh hakim konstitusi, Suhartoyo. Ia menilai, kepemimpinan Suhartoyo lebih baik dibanding hakim ketua sebelumnya yang sekaligus ipar Presiden Jokowi, Anwar Usman.

Baca juga: Diminta Kubu Anies Jadi Saksi Sengketa Pilpres 2024, Airlangga Tunggu Undangan MK

"Yang positif adalah ketuanya yang sekarang. Pak Suhartoyo itu seseorang yang kalau kami pelajari leadership-nya jauh lebih baik daripada Pak Anwar Usman. Jadi memang dari dulu leadership-nya Pak Anwar itu sering dipertanyakan," kata Bivitri dalam diskusi media soal "Dalil Kecurangan Pemohon PHPU Pilpres 2024: Mungkinkah Dibuktikan?" di Kalibata, Jakarta Selatan, Jumat (29/3/2024).

Pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera ini menuturkan, tidak adanya keterlibatan Anwar Usman dalam sidang sengketa Pilpres juga menambah kans putusan progresif tersebut.

"Jadi, bisa jadi dengan kepemimpinan Pak Suhartoyo dan Pak Saldi Isra mereka lebih punya kemampuan untuk membuat keputusan yang progresif. Itu yang membuat saya masih percaya, plus (MK memiliki) semangat untuk mengembalikan legitimasi," ujarnya.

Hal positif lainnya, kata Bivitri, adanya dua hakim konstitusi baru di tubuh MK yang mampu mengubah konstelasi.

Dua hakim tersebut adalah Ridwan Mansyur yang menggantikan Manahan Sitompul dan Arsul Sani yang menggantikan Wahiduddin Adams.

Baca juga: Pakar Sebut Kesaksian 4 Menteri di Sidang Sengketa Pilpres Penting, Bisa Ungkap Politisasi Bansos


"Saya bukan bilang mereka berdua itu superhero, tapi di manapun misalnya kita satu kelompok, ada orang baru yang masuk, langsung berubah konstelasinya. Bukannya Arsul Sani dan Ridwan Mansyur 1.000 persen integritasnya teruji, bukan begitu. Tapi saya mau baca dari konstelasi yang akan berubah," jelas Bivitri.

Sebagai informasi, sidang sengketa Pilpres terus berlanjut di MK usai Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan Prabowo-Gibran unggul dalam perolehan suara.

Dalam sengketa Pilpres 2024, hanya 8 dari 9 hakim konstitusi yang ada yang diperbolehkan mengadili perkara ini. Eks Ketua MK, Anwar Usman, sesuai Putusan Majelis Kehormatan MK pada 7 November 2023 dilarang terlibat.

Anwar yang notabene ipar Presiden Joko Widodo itu sebelumnya dinyatakan melakukan pelanggaran etika berat dalam penanganan dan penyusunan putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 yang melonggarkan usia minimum capres-cawapres.

Baca juga: Pakar: Jadi Subyek yang Dituduh, Mestinya Presiden Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres

Putusan ini kemudian membukakan pintu untuk keponakannya, Gibran Rakabuming Raka (36), maju sebagai cawapres pendamping Prabowo Subianto berbekal status Wali Kota Solo kendati belum memenuhi syarat usia minimum 40 tahun.

Dalam gugatannya ke MK, baik Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud sama-sama meminta agar pasangan capres-cawapres nomor urut 2, Prabowo-Gibran didiskualifikasi. Gibran dianggap tak memenuhi syarat administrasi, sebab KPU RI memproses pencalonan Gibran menggunakan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 19 Tahun 2023.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Prabowo Berterima Kasih ke PBNU karena Komitmen Dukung Pemerintahan ke Depan

Nasional
Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Gus Yahya: Tak Ada Peran yang Lebih Tepat bagi PBNU Selain Bantu Pemerintah

Nasional
Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Gus Yahya: Ini Halal Bihalal Keluarga, Prabowo-Gibran Anggota Keluarga NU

Nasional
Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Data Penyelidikan SYL Diduga Bocor, KPK Akan Periksa Internal Setelah Febri Diansyah dkk Bersaksi di Sidang

Nasional
Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com